Lihat ke Halaman Asli

Kris Wantoro Sumbayak

TERVERIFIKASI

Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

Keputusan Tepat di Saat Darurat

Diperbarui: 7 April 2020   14:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kesaksian.org

Hidup berisi serangkaian keputusan. Mau bangun jam berapa. Perlu sarapan atau tidak. Mau nge-teh atau ngopi. Mau ngebut atau tenang. Akan membuat story apa di media sosial. Ke luar rumah pakai master atau tidak.

Bahkan, tidur dan tidak melakukan apa pun padahal dalam kondisi sehat tetaplah keputusan

Umpamanya anda berada di tepi jurang sedalam belasan meter dengan batu terjal dan sungai deras di bawah sana sementara di belakang sekelompok serigala beringas menyerang karena sebulan tak makan. Ada daratan lain di seberang terpisah 4 meter.

Jika anda diam, gerombolan serigala dengan rela melumat anda, atau tempat anda berpijak runtuh seketika. Jika melompat ada kemungkinan selamat (dengan probabilitas 1,01%) atau tetap jatuh ke sungai. Mau menggertak serigala? Jangan melawak. Serba sulit bukan. Bak makan buah simalakama. Tapi anda harus mengambil keputusan!

Saya ingin tetap menulis, namun berusaha me-"lockdown" dari tagar COVID-19 yang berpotensi menimbulkan keresahan sedang jumlah penderita kian bertambah. Ngomong-ngomong tentang keputusan, berikut beberapa pengalaman di tengah pandemi.

Bayangkan anda punya anak 11 tahun, ikut kursus musik. Anda tahu dia tidak mahir tapi suka musik. Sebagai orang yang dipercaya Pencipta untuk mengasuh ciptaan lain, anda akan menjaga amanah ini. 

Sudah bertahun-tahun belajar, anak anda hanya menyabet paling mentok urutan kedua pada kompetisi. Tapi, dia bahagia bukan main. Mana mungkin anda tidak bahagia atas kebahagiaannya. Sambil memberi sedikit dorongan "Harus belajar lebih tekun, lebih keras ya, kalau bisa juara satu" Angan yang mulia.

Di sekolah dasar tempat saya mengajar, setiap kelas dijadwalkan perform sebulan sekali mengisi pujian dalam ibadah Minggu. Kelas 5, anak-anak wali saya mendapat jadwal bulan Januari. Tapi diundur Februari karena kelas 1 belum mendapat jatah bulan Desember. Diundur lagi karena yayasan memutuskan bulan Februari diisi dari unit lain. Dua kali diundur, kami masih bakoh.

Yang namanya anak-anak, saat diberitahu perform menyanyi pakai gerakan, memakai baju favorit, pasti gembira bukan buatan. Kurang lebih tiga minggu kami latihan di sela-sela kesibukan tes tengah semester dan pesta siaga. Mereka tetap gereget.

Jumat sore, tiga hari sebelum #belajardirumah pak kepala memanggil saya, menanyakan apakah memungkinkan kalau perform anak-anak ditunda bulan berikut, atau jika tidak, batal. Wadaw. Alasannya? Pembicara ibadah mau mengisi tampilan. Kenapa mendadak? Dari pembicara juga mendadak informasinya. Oh. Persiapan tiga minggu harus digeser informasi yang datang dua hari sebelum pentas. Jika itu terjadi pada anak anda, keputusannya?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline