Lihat ke Halaman Asli

Wans Sabang

anak hilang

Raja Ngunduh' Mantu (#1)

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

LANJUTAN : Terdampar Di Endonesyaiton

Cerita Humor : Serial Abu Awas

Raja Ngunduh’ Mantu (# 1)

Ling Ling akan pergi mencari Abu Awas sampai dapat,

Sebelum ditemukan, Ling Ling tidak akan kembali, Titik !

Selamat Tinggal, Papa …

Tertanda : Ling Ling

Sebuah catatan yang ditemukan oleh Prof Ling Lung pada secarik kertas yang ditempel di salah satu sudut mesin lorong waktu, The Time Tunnel.

“Ling Liiiiiiiing, Ling Liiiiing, Ling Liiiiiiiiinng ….” Prof Ling Lung berteriak histeris. “Oh, Ling Ling, Ling Liiiiiiinnng, huuuu huuuuu huuuu hiks hiks, huuuuu hoooooaaaah , hiks hiks hiks, hooooaaaaahhh, kenapa kamu tega meninggalkan Papa …” Prof Ling Lung menangis tersedu-sedu persis seperti anak kecil yang minta dibelikan balon tapi tidak dituruti oleh ibunya, duduk dilantai sambil kakinya ditendang-tendangkan ke lantai.

Back to Endonesyaiton :

Sudah 3 bulan berjalan setelah Menteri Asbun mengumumkan mencari orang yang bisa membuat Raja Sukaharto atau Encang Harto tertawa. Mulai dari seniman, badut, pesulap, pengamen, topeng monyet dan kuda lumping pernah di undang di ruangan Cendanawangi untuk menghibur sang raja.

Tidak ketinggalan pula kesenian-kesenian tradisional seperti : wayang orang, wayang golek dan wayang kulit tapi tetap saja tidak ada yang berkenan di hati sang raja.

Ketoprak Humor, Gado-gado Betawi Humor, Karedok Humor, Rujak Humor, Rujak Cingur Humor, Lotek’ Humor, dan banyak lagi yang lainnya. Menteri Asbun benar-benar telah putus asa. Tiba-tiba saja dia teringat dengan sebuah kelompok lawak dari daerah, Srimulas namanya, hatinya pun jadi berbunga-bunga.

Srimulas (adalah : Kelompok lawak dari salah satu daerah di Endonesyaiton yang dipimpin oleh Pak Sri yang bisa membuat mulas perut orang karena tertawa).Yang perutnya mulas-mulas kena pengaruh lawakan Srimulas, justru hanya dialami oleh para pasukan pengawal raja dan Menteri Asbun saja. Encang Harto tetap saja cicing wae’ (diam saja, dalam bahasa sunda) dan sesekali menanggapinya dengan senyuman sinis.

Ketika melihat Encang Harto perutnya tidak mulas-mulas. Aneh, benar-benar aneh, apa karena selera humornya yang tinggi atau otaknya memang sudah sakit?, pikir Menteri Asbun sambil bengong.

Encang Harto menggebrak meja. “Saya minta yang paling lucuuuuuu !.”

Karena saking kagetnya, Menteri Asbun sembarang saja menjawab sambil mengacungkan jempolnya, “aji no moto bumbunya ….”

“Apaaaaa ?!.” Encang Harto marah merasa dilecehkan. “Apa maksud sampeyan itu?!.”

“Ah, Eh, Oh … Ooooo, maksud saya…..” Menteri Asbun gugup, rupanya ia teringat sebuah iklan bumbu penyedap masakan, dimana Muchsin Alatas marah dan menggebrak meja, sambil berkata : saya minta yang paling enaaaak !. Dan Titiek Sandora pun menjawab : aji no moto bumbunya.

“Ma, ma …maaf paduka raja, maksud saya, apa Srimulas masih kurang lucu juga?.” Tanya Menteri Asbun.

“Saya ken sudah kataken bahwa saya minta yang paling lucuuuu !.” Jawab Encang Harto, “ngerti sampeyan ?.”

“Inggih, inggih, inggih ….” Jawab Menteri Asbun takut.

“Huh, dasar !, tong kosong nyaring bunyinya, hari-hari mu penuh dengan omong kosong, Menteri Asbun.” Kata Encang Harto sambil berpantun.

“Jaka sembung bawa golok, ‘ndak nyambung goblok !, hehehehe ….” Dengan latah Menteri Asbun pun membalas pula dengan pantun.

“Apa?, siapa yang goblok?.” Encang Harto matanya melotot ke arah Menteri Asbun. “Sampeyan?.”

“Inggih, inggih, inggih, benar paduka, memang saya yang goblok, hehehehe …, maafkan saya paduka, ‘ndak sengaja... “ Jawab Menteri Asbun malu. “Tapi …hmm …anu, paduka maksud saya tadi, pantun paduka ‘ndak nyambung gitu loch.”

“Mentri Asbun, kalau ngomong itu, mbo’ yapakai otak!, jangan asal bunyi saja!.” Sahut Encang Harto kesal. “Saya suruh sampeyan itu cari orang lagi yang bisa buat saya tertawa, eh la dalah …malah sampeyan berbalas pantun, siapa yang suruh gitu loch?.”

“Wuahahahahahahaha….hahahaha…Wuaaa.” Para pasukan pengawal raja pun terbahak-bahak melihat tingkah rajanya.

“Hah !, apa nya yang lucu?.” Sahut Encang Harto tak mengerti.

“Siaaaaaaaaapppp, grak!.” Langsung saja para pasukan pengawal raja mingkem kembali, diam seperti patung.

Ruangan pun seketika jadi sepi.

Sambil menghaturkan sembah kepada rajanya, Menteri Asbun dengan muka memelas berkata, “ma…maaf, paduka raja di raja, hamba kesulitan mencari orang yang bisa membuat paduka tertawa, semua pelawak di negeri ini, hamba sudah hadirkan dihadapan paduka raja tapi tak ada satupun yang berkenan di hati paduka, hamba mohon petunjuk, paduka.”

Sambil mencibirkan mulutnya, Encang Harto cuma bilang, “hmmm …kalau sampeyan ‘ndak bisa, ya udah periode depan sampeyan ‘ndak usah lagi jadi menteri penerangan.”

“Jadi periode depan saya jadi MenSos, paduka ….” Tanya Menteri Asbun.

“Ya …. lihat nanti saja lah.” Jawab Encang Harto acuh.

“Hehehehe…terima kasih, paduka, terima kasih, hehehe.” Menteri Asbun tertawa senang.

“Kenapa ‘cengengesan?, memangnya ada yang lucu? atau otak sampeyan sudah miring?.” Tanya Encang Harto sinis.

“Maksud, paduka …?.” Tanya Menteri Asbun tak mengerti.

“Maksud saya itu, lihat nanti saja lah…periode depan nanti itu tergantung siapa yang setorannya paling gede’?, Hehehehe ….” Kata Encang Harto sambil ‘cengengesan juga.

“Loh kok!, itu paduka bisa,hehehe…katanya sudah ‘ndak bisa tertawa!.” Teriak Menteri Asbun kaget dan senang.

“E la dalah, sampeyan itu ‘ndak pernah ngerti ya?, kalau ngomongin masalah setoran, ya saya pasti bisa tertawa lah, hehehehe… apalagi kalau setorannya besar dan sesuai target, saya pasti akan tertawa sampai perut saya mulas-mulas.” Jelas Encang Harto.

Huh, sudah jadi raja masih saja rakus dan serakah !. Gerutu Menteri Asbun.

“Hei, sampeyan itu mestinya tahu, saya itu jadi raja rakus dan serakah itu karena anak saya banyak, kalau anak saya banyak pasti nantinya kan cucu saya akan banyak juga, toh!.” Jelas Encang Harto. “Belum kalau anak-anak laki saya pada poligami!, atau punya istri simpanan?, wah pasti akan rakus dan serakah juga seperti bapaknya.”

“Tapi paduka, bukankah paduka sudah buat PP (Peraturan Pemerintah) untuk tidak boleh poligami?.” Tanya Menteri Asbun polos.

“Eh, lah ..sampeyan kok ngomongnya jadi ‘ngalor ngidul gitu sih?.” Tanya Encang Harto. Sambil berbisik, Encang Harto meneruskan kata-katanya. “Sssst, kalau sampai ketahuan Madam Tince, kita ngomongin poligami, watauow bisa berabe tau!, saya bisa di embargo nanti !.”

“Inggih, inggih, inggih, paduka.” Jawab Menteri Asbun sambil manggut-manggut.

“Sampeyan kan tau, PP itu kan pesanan Madam Tince, supaya saya ‘ndak bisa poligami, iya toh?.” Jelas Encang Harto.

“Inggih, paduka…ternyata kita senasib dan sependeritaan, paduka, hehehe… hamba dan paduka sama-sama SUSI, suami sien istri(sien dalam bahasa sunda artinya : takut). Jawab Menteri Asbun.

“Ah, sudahlah!. sampeyan ‘ndak usah sok akrab begitu, dikiranya saya akan ‘cincai sama sampeyan?.” Jawab Encang Harto ketus. “Pokoknya kalau tugas sampeyan ‘ndak berhasil, sampeyan akan saya pecat !.”

“Inggih, inggih, Paduka …tapi …hamba mau usul, paduka raja.” Pinta Menteri Asbun.

“Silah ken’ !.” Jawab Encang Harto mempersilahkan.

“Berhubung selera humor paduka yang terlalu tinggi, hamba mengusulkan untuk hadiah nya di tingkatkan lagi, soalnya kalau hadiahnya cuma Joran (Tongkat Pancing) kurang menarik, paduka.” Usul Menteri Asbun pada Encang Harto.

Hemmm … mmm …mmm. Encang Harto berpikir sebentar, sambil telunjuknya ditempelkan ke jidatnya.

“Oke lah kalau begitchu …” Tiba-tiba saja wajah Encang Harto cerah. “Siapapun orangnya yang bisa buat saya tertawa saya akan jadikan mantu raja.”

“Hah !, paduka raja ‘ngunduh mantu ?.” Tanya Menteri Asbun tak percaya.

“Ya, buat putriku si Titiek Dwi Jayati.” Jelas Encang Harto.

“Kalau sama si Titiek, hamba juga mau, paduka !, hehehe…apa selama ini hamba kurang lucu, paduka ?.” Sahut Menteri Asbun.

“Sampeyan mau dipecat sekarang juga ?.” Tanya Encang Harto kalem.

“Inggih, paduka, ampun beribu-ribu ampun, paduka… tapi kalau pemenangnya perempuan, bagaimana paduka?, apa nanti akan di kawinkan sama si Tomy?.” Tanya Menteri Asbun.

“Sampeyan ini gimana sih?, anakku si Tomy Z Pizza kan sudah ada calonnya, jadi kalau bisa peserta nya jangan perempuan, laki-laki sajalah !.” Jelas Encang Harto.

“Maaf paduka…itu namanya diskriminasi, paduka, nanti hamba diprotes lagi oleh Komisi Nasional Hak-hak Anak dan Perempuan..” Jelas Menteri asbun khawatir.

“Aduuuuh, Komisi apa lagi sih?!, Ya, sudah kalau pemenangnya perempuan buat saya saja lah.” Jelas Encang Harto.

“Memangnya sudah boleh sama Madam Tince, paduka?.” Tanya Menteri Asbun polos.

“Kalau ‘ndak ketahuan, boleh kaleeeee …” Jawab Encang Harto sambil tersipu malu.

“Hehehehe, kalau ‘ndak ketahuan sih, hamba juga mauuuuuu…” Jawab Menteri Asbun senang.

“Mau dipecat, maksud sampeyan?.” Tanya Encang Harto kalem tapi tegas. “Kalau sampeyan ‘ndak mau di pecat, cepaaaaattt, pergi sana !, cari orang nya sekarang juga !.” Teriak Encang Harto.

“Inggih, inggih, inggih ….” Menteri Asbun dengan terbungkuk-bungkuk pamit sambil mengundurkan diri dari hadapan rajanya.

“Siiiaaaaaappp,Grak,Laksanakan!.” Para pasukan pengawal kerajaan balik badan langsung ikut membubarkan diri dari hadapan raja.

Bersambung …..

Raja Ngunduh’ Mantu (# 2)

NB :

Jelas-jelas cerita ini hanya humor dan tidak ada kemiripan nama tokoh, nama tempat dan peristiwa. Apabila ada kemiripan, kesalahan sepenuhnya pada si pembaca dalam berasumsi.

Gunung Jaha, Bogor, 3 September 2010

Wans Sabang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline