Lihat ke Halaman Asli

Wans Sabang

anak hilang

Terdampar di Endonesyaiton

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Cerita Humor : Serial Abu Awas

Swuiiiiit…Gedubraaaak !. Tiba-tiba saja Abu Awas jatuh dari langit. Abu Awas (tidak ada hubungan apapun dengan Abu Nawas) mengelus-elus pantatnya yang ngilu’.

Untung saja pantatnya lebih dulu yang mencium aspal, kalau kepalanya bisa gegar otak. Mur, baut-baut dan kabel-kabel di otaknya bisa lepas berantakan.Tidak gegar aja otaknya sudah lemot, apalagi gegar otak, Wah kacau deh !. Cerita serial humor Abu Awas ini, bisa gak terbit di Kompasiana dan penulisnya bisa gak ada kerjaan alias nganggur, berarti tambah satu orang lagi jumlah pengangguran di tanah air ini.

Flash Back :

Ling Ling, Putrinya Proffesor Ling Lung marah kepada Papanya..

Prof Ling Lung cuma garuk-garuk kepalanya yang botak, sambil nyengir dia berkata, "Kalau itu sih, Papa juga belum tahu, Ling ... Papa belum ketemu rumusnya."

"Pokok nya Ling Ling gak mau tau, Papa harus bisa mengembalikan si Abu seperti semula tanpa cacat sedikitpun, Kalau Papa gak bisa, lebih baik Ling Ling saja yang pergi mencari si Abu, Titik !." Sahut Ling Ling ketus.

"Gak pakai koma?, Ling ...." Tanya Papa nya.

"Kalau sudah titik ya titik, gak pakai koma lagi !, Papa kan yang salah ... ya Papa yang harus tanggung jawab dong, Titik !." Teriak Ling Ling lebih keras.

"Titik lagi ?." Tanya Papa nya linglung.

"Iya, kok masih nanya ?." Jawab Ling Ling kesal.

"Hehehe .... pokoknya kalau sudah titik ya titik, eh, salah lagi deh, pokok nya yang penting Ling Ling jangan pergi nanti Papa usahain si Abu balik lagi, Titik !, hehehehe .." Sambil cengengesan Papanya menghibur Ling Ling.

"Huh, bodo ... ." Ling Ling sambil ketus pergi meninggalkan Papa nya.

Back to Endonesyaiton :

Weeeeennngg, weng … berrrr …pekepekpek ….weng … Suara mobil dan motor yang ngebut. Abu Awas bingung, planga-plongo, matanya melotot melihat keramaian. Ia tidak tahu apa yang telah terjadi pada dirinya, yang ia ingat terakhir, ia membersihkan ruang Lab. Prof Ling Lung, Bossnya. Pada waktu Abu Awas membersihkan sebuah mesin (The Time Tunnel atau mesin lorong waktu) tanpa sengaja ada salah satu tombolnya yang tertekan.

Wajah lugunya nampak terlihat jelas, ketika ia tambah bengong memandangi jalan-jalan yang saling bertumpuk seperti kue lapis, gedung-gedung bertingkat yang berlomba-lomba mencakar langit.

Dalam kebingungan Abu Awas terus menyusuri jalan. Tiba di pintu gerbang : Selamat Datang, terpampang tulisan raksasa di sebuah baliho : “Welcome to Endonesyaiton, Welcome to The Jungle, Di negeri ini hanya berlaku Hukum Rimba.”

“Ooooo….” Mulut Abu Awas sampai monyong pun tetap saja ia tidak mengenal negeri tempat ia terdampar.

Endonesyaiton di pimpin oleh seorang raja bernama Sukoharto, sebuah nama yang sederhana, mungkin karena Sukaharta dulunya hanya anak seorang petani dan Madam Tince Sukartini, pendamping hidup sekaligus permaisurinya.

Raja Sukaharto (lebih akrab dipanggil : Encang Harto) dalam memerintah negerinya dibantu oleh para Panglima dan Mentri-Mentri. Diantara para menterinya yang terkenal (karena sering nongol di TV) adalah : Menteri Penerangan yang dipegang oleh : Bapak Hari Hari Omong Kosong, disingkat : Bapak Harmokosong atau rakyat biasa memanggilnya : Menteri Asbun.

Singkat cerita, Encang Harto sedang berkumpul dengan Menteri Asbun dan para staff ahli kerajaan di ruang Cendanawangi di rumahnya. Memang aneh, Encang Harto ini, sebagai raja, dia lebih senang tinggal di rumahnya dari pada di istana-istananya. Mungkin biar terlihat, low profile di mata rakyatnya. Encang Harto ini memang terkenal Jaim’ (dibaca : Jaga Image) di kalangan lawan politiknya ia terkenal dengan sebutan : The Killing Smile (terjemahan bebasnya : sambil senyum-senyum pun, ia bisa membunuh lawan-lawannya dengan keji).

Encang Harto terlihat merengut, mukanya ditekuk, senyumnya yang biasa terlihat ramah pun berubah menjadi bengis.

“Wahai, paduka raja, gerangan apakah yang membuat hati paduka gundah gulana?.” Tanya Menteri Asbun. Cuma Menteri Asbun saja yang berani bertanya sementara orang-orang lainnya yang ada di ruangan itu hanya diam menundukkan muka, takut.

“Hemm…Menteri Asbun, memang kamu menteri ku yang paling mengerti aku.” Puji Encang Harto. “Gak percuma kamu selalu cari muka padaku !.”

“Bukan itu maksud kami menghadap paduka raja …” Sahut Menteri Asbun. “Hamba melihat paduka akhir-akhir ini sering uring-uringan, gampang marah dan cepat tersinggung….”

Encang Harto cuma diam, sambil membuang mukanya, jijik melihat gaya bicara menteri kesayangannya.

“Baru-baru saja, paduka memerintahkan untuk menangkap seorang seniman yang bisa menirukan suara atau pidato paduka …” Jelas Menteri Asbun lagi, “Gak enak lah dengan komisi HAM, saya sampai gelagapan mencari alasan agar penangkapan itu logis, paduka!.”

“Loh, memang itu tugas kamu kan?.” Jelas Encang Harto marah. “Lagi pula, yang aku kasih lisensi untuk boleh meniru gaya bicaraku kan cuma kamu, kalau orang lain, aku anggap telah melakukan penghinaan terhadap raja, mengganggu stabilitas dan keamanan nasional.”

“Apa lebih baik paduka raja honey moon lagi dengan Madam Tince ?, supaya amarah paduka reda kembali.” Usul Menteri Asbun. “Terserah paduka mau kemana, Las Vegas, Hongkong atau Macau ?.”

“Hah, edan sampeyan ini, honey moon dengan Madam?, apa enaknya?, Yang sudah-sudah pikiranku malah tambah mumet !.” Bentak Encang Harta. “Yang jadi pikiranku sekarang adalah …(berfikir sebentar) tanpa aku sadari, sudah setahun ini aku gak pernah tertawa lepas.” Encang Harta curhat kepada menterinya.

“Maksud padaku ?, apakah ada masalah dengan gusi ?.” Tanya Menteri Asbun.

“Tolol !, cari orang yang bisa buat raja tertawa !, ngerti sampeyan?.” Encang Harto marah.

“Inggih, tuan paduka raja diraja … maafkan atas ketololan hamba.” Sahut Menteri Asbun memelas. “Hamba akan umumkan di TV, di radio, sampai kepelosok kampung, tapi … by the way, hadiahnya apa paduka?.”

Cangklong !.” Sahut Encang Harto.

“Hah !.” Menteri Asbun dan para staffkerajaan yang hadir di ruangan itu kaget.

“Ini cangklong bukan sembarang cangklong, ini adalah cangklong raja !.” Jelas Encang Harto.

“Inggih, paduka raja…hamba mengerti, tapi … apa sebaiknya hadiahnya di tingkatkan lagi nilainya?.” Protes Menteri Asbun. “Soalnya honor pelawak makin hari makin mahal, paduka.”

“Oh begitu?, kalau begitu hadiahnya aku ganti dengan : Joran (tongkat pancing) kesayanganku tapi … ada tapi nya loh, kalau orang itu gak bisa buat aku tertawa akan aku hukum dengan kerja paksa di pabrik-pabrik atau perkebunan milikku.” Jelas Encang Harto.

Huh, dasar raja pelit, gak mau rugi !. Bisik Menteri Asbun dalam hati.

“Apa, siapa yang pelit?.” Selidik Encang Harto.

Kok, dia tahu sih ?, benar-benar raja yang sakti, hih, ngeri juga jadinya. Bisik Menteri Asbun lagi dalam hati.

“Cepat, laksanakaaaaaaannnn !.” Teriak Encang Harto.

“Inggih, inggih, inggih …..” Sahut Menteri Asbun sambil membungkuk-bungkukan badannya sambil berjalan mundur kebelakang, kemudian pergi meninggalkan rajanya diikuti oleh staff kerajaan lainnya.

Bersambung …..

Raja Ngunduh’ Mantu

NB :

Encang : dalam bahasa betawi artinya : paman atau Uncle (dalam bahasa Inggris). Untuk menyaingi Uncle Sam nya Amerika, maka di Endonesyaiton pun ada Uncle Harto atau Encang Harto.

Jelas-jelas cerita ini hanya humor dan tidak ada kemiripan nama tokoh, nama tempat dan peristiwa. Apabila ada kemiripan, kesalahan sepenuhnya pada si pembaca dalam berasumsi.

Gunung Jaha, Bogor, 31 Agustus 2010

Wans Sabang




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline