Lihat ke Halaman Asli

Kesimpulan Acara ILC (3 Desember 2013) yang Hampir Sama dengan Poin yang DIB Sampaikan Selama Ini

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13861326911977344325

- Bahwa dokter hanya berusaha semaksimal mungkin, bukan menjanjikan hasil. Karena ada yg namanya risiko medis apalagi yang menyangkut tindakan operasi invasif yg dapat menimbulkan efek berbahaya sampai kematian. - Bahwa dalam tindakan kedokteran, dapat terjadi kelalaian jika melanggar standar prosedur tapi ini juga harus mengingat kondisi kedaruratan di mana kadang prosedur bisa dilewatkan karena keterbatasan sarana dan waktu, termasuk tidak perlu meminta izin pasien. - Bahwa hukuman pidana menjadi jalan terakhir karena hukumannya berat (bisa sampai dipenjara) sehingga bukti harus kuat dan konkrit padahal membuktikan sebab kematian tidaklah mudah. - Bahwa tindak pidana pada dokter paling jelas kalau dia sengaja melakukannya seperti aborsi tanpa indikasi medis dan lain-lain. Kalau mengobati pasien dan ternyata gagal, bisa jadi itu risiko medis sehingga dokter tak bisa dipidana, bisa jadi itu lalai sehingga dokter harus memberikan ganti rugi. Pemidanaan dokter yg lalai hanya jika kelalaiannya berat. - Bahwa pemidanaan terhadap dokter akan berdampak buruk bagi masyarakat karena dokter akan melakukan "defensive medicine" alias takut melakukan tindakan sehingga pasien darurat bisa tak selamat. Minat anak muda menjadi dokter akan semakin kecil sehingga merugikan masyarakat. - Bahwa persoalan hukuman penjara untuk dokter yg tidak berizin, sudah direvisi oleh Mahkamah Konstitusi pada thn 2007 dengan hukuman denda saja. - Bahwa lebih baik lagi kalau pemerintah menyiapkan sistem kesehatan yang baik tanpa harus selalu menyudutkan dokter. - Bahwa Lebih baik lagi bagi aparat penegak hukum untuk dapat memahami hukum kedokteran yang berbeda dengan bidang hukum lainnya. _ Bahwa Indonesia sudah memiliki Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis yang menjadi pedoman bagi dibuatnya Standard Operating Procedure (SOP) di tiap pusat layanan kesehatan. - Bahwa SOP itu disesuaikan dengan situasi kondisi di pusat layanan kesehatan tersebut. Pusat layanan kesehatan di Papua tentu memiliki SOP berbeda dengan di Jakarta. - Bahwa sesuai peraturan perundangan yang berlaku, dokter yang diduga melakukan tindak malapraktik, diperiksa oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) apakah telah melakukan tindakan sesuai SOP. - Bahwa dr. Ayu dkk telah dinilai bertindak sesuai SOP sehingga bebas di tingkat Pengadilan Negeri Manado - Bahwa dr. Ayu dkk diputus bersalah ketika kasusnya diajukan ke Mahkamah Agung karena putusan dengan dasar yang tidak tepat. - Bahwa karena itulah, dokter Indonesia melakukan aksi solidaritas yang bukan bertujuan meminta kekebalan hukum. Oleh karena selama ini pun, banyak dokter yang telah dihukum, tetapi tidak dibela seperti dr. Ayu dkk karena dr. Ayu dkk memang tidak bersalah. - Bahwa dokter Indonesia menghormati putusan MA yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, tetapi berharap putusan Peninjauan Kembali (PK) nanti dapat membebaskan dr. Ayu dkk - Bahwa aksi tersebut tetap melayani pasien darurat sehingga dokter-dokter tersebut tidak melanggar peraturan perundangan yang ada. - Bahwa saksi ahli malapraktik profesi di Indonesia harus lebih diatur di mana saksi ahli harusnya adalah orang yang berkompetensi sama dengan situasi dan kondisi kerja yang sama. - Bahwa peran Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) yang merupakan lembaga negara independen, harus diperkuat sehingga sebisa mungkin putusannya lebih mengikat. Beberapa bagian Undang-Undang Praktik Kedokteran juga harus direvisi - Bahwa dokter Indonesia juga harus selalu mawas diri untuk meningkatkan pelayanan berkualitas yang berdaya saing, serta mendapatkan perlindungan hukum. (POKJA PERLINDUNGAN PROFESI DAN HUKUM KESEHATAN GERAKAN MORAL DOKTER INDONESIA BERSATU (DIB)) Link: http://dib-online.org/ilc-tv-one-mengungkap-kebenaran-kasus-dr-ayu-dkk-2/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline