Model experiential learning menurut Silberman adalah pendekatan pembelajaran yang menyoroti pentingnya proses mengalami dan merasakan apa yang dipelajari, sehingga memberikan pengalaman yang dapat membentuk karakter seseorang. Berdasarkan hal tersebut, Experiential learning merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya pengalaman langsung dalam memahami dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Metode ini berfokus pada pembelajaran melalui pengalaman praktis, di mana peserta secara aktif terlibat dalam aktivitas-aktivitas seperti percobaan, simulasi, eksplorasi lapangan, role play, atau proyek langsung. Eksperiental Learning memiliki sintaks dalam penerapannya, adapun tahapan model experiential learning menurut Kolb yakni terdiri dari concrete experience, reflective observation, abstract conceptualiz-ation, dan active experimentation (dalam Irfianti, DKK, 2016).
Pendekatan ini menekankan bahwa pengalaman langsung memungkinkan peserta untuk mengaplikasikan teori yang dipelajari dalam konteks praktis, serta memperoleh pemahaman yang lebih mendalam melalui refleksi atas pengalaman tersebut. Hal ini berbeda dengan metode pembelajaran tradisional yang lebih menekankan pada pembelajaran teoritis atau pengetahuan yang dipindahkan dari instruktur ke peserta. Experiential learning tidak hanya memfokuskan pada apa yang dipelajari, tetapi juga bagaimana pembelajaran tersebut dapat diterapkan dan dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari atau dalam konteks profesional.
Eksperiental learning (pembelajaran melalui pengalaman langsung) dan keteladanan guru memiliki hubungan yang kuat dalam pengembangan kompetensi sosial-emosional siswa. Keteladanan guru tidak hanya mencakup aspek pengajaran akademis, tetapi juga bagaimana guru menghadirkan diri mereka sebagai contoh yang positif dalam perilaku dan interaksi sehari-hari. Dalam konteks experiental learning, keteladanan guru termanifestasi ketika mereka tidak hanya mengajar teori atau keterampilan, tetapi juga memfasilitasi pengalaman langsung yang memungkinkan siswa untuk belajar dari situasi nyata. Guru yang mempraktikkan experiental learning tidak hanya mendidik secara verbal, tetapi juga mengajak siswa untuk terlibat aktif dalam situasi yang membangun keterampilan sosial seperti kerjasama, komunikasi efektif, dan penyelesaian masalah.
Kompetensi sosial-emosional, seperti yang dijelaskan pada CASEL (Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning), diperkuat melalui experiental learning.
Kesadaran Diri: Kemampuan untuk mengenali dan memahami emosi serta nilai-nilai diri sendiri.
Manajemen Diri: Kemampuan untuk mengatur emosi, sosial, dan perilaku.
Kesadaran Sosial: Kemampuan untuk memahami dan merespons perasaan, kebutuhan, dan perspektif orang lain.
Keterampilan Hubungan: Kemampuan untuk membangun dan mempertahankan hubungan yang sehat dengan orang lain.
Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab: Kemampuan untuk membuat keputusan yang mempertimbangkan konsekuensi sosial dan etika.
Melalui pengalaman langsung, siswa memiliki kesempatan untuk mengembangkan kemampuan mengelola emosi, membangun hubungan yang sehat, serta memahami perspektif orang lain. Guru yang mengintegrasikan experiental learning dalam pengajaran mereka membantu siswa mengasah keterampilan ini secara praktis dan relevan dengan kehidupan mereka sehari-hari.
Dengan demikian, keteladanan guru dalam penerapan experiental learning tidak hanya membantu siswa memahami materi secara lebih mendalam, tetapi juga membangun landasan yang kuat untuk pengembangan kompetensi sosial-emosional yang krusial. Melalui pengalaman praktis dan refleksi yang terstruktur, experiental learning mendorong siswa untuk belajar secara holistik, tidak hanya dalam hal akademik, tetapi juga dalam hal keterampilan dan sikap yang mereka perlukan untuk berhasil dalam kehidupan pribadi dan profesional mereka.