Lihat ke Halaman Asli

Zuwandha

Mahasiswa

Pusat Pertumbuhan Wilayah: Teori Hirschman

Diperbarui: 8 Desember 2022   18:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebelum memahami Teori Hirschman ada baiknya kita mengetahui apa itu pusat pertumbuhan. Menurut Tarigan (2006) dalam Gulo (2015) pusat pertumbuhan (growth pole) dapat dimaknai dengan 2 cara, yakni secara fungsional dan geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan merupakan lokasi dari konsentrasi kelompok-kelompok usaha yang sifat hubungannya mempunyai berbagai unsur yang dinamis sehingga bisa menjalankan kehidupan ekonomi, baik yang internal ataupun eksternal.

Jika melihat dari geografisnya, pusat pertumbuhan merupakan tempat yang mempunyai banyak fasilitas serta kemudahan yang membuatnya menjadi pusat daya tarik (pole of attraction) sehingga berbagai bisnis tertarik untuk bertempat di sana dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada di dalamnya. Kriteria pusat pertumbuhan yakni sebagai kawasan yang tumbuh cepat, mempunyai sektor unggulan, dan mempunyai interaksi ekonomi dengan kawasan di belakangnya.

Hirschman, Albert O (1970) dalam Isnowati (2007) membedakan daerah di suatu negara menjadi daerah kaya dan daerah miskin. Dimana jika ada selisih antara kedua area tersebut semakin menyempit berarti ada efek yang baik atau disebut dengan Trickling Down Effect. Sedangkan jika perbedaan antara daerah kaya dan daerah miskin semakin melebar, maka akan terjadi efek yang merugikan atau terjadi efek polarisasi.

Efek positif dari kutub pertumbuhan adalah trickle down effect, yaitu suatu gejala ketika suatu daerah maju menjadi kutub pertumbuhan, yang juga akan mempengaruhi kemajuan di daerah-daerah pinggirannya. Teori trickle down effect menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terkonsentrasi pada satu wilayah dapat menetes ke bawah ke daerah sehingga diharapkan terjadi pertumbuhan ekonomi (Isnowati, 2007).

Jika efek negatifnya adalah efek polarisasi, yang menjelaskan bahwa fenomena saling melengkapi yang lemah akan terjadi dampak polarisasi (perbedaan). Jadi, jika ada daerah yang tidak bersatu sebagai suatu kelompok atau beraneka ragam, maka akan terjadi dampak polarisasi (perbedaan) antar daerah tersebut, yang kemudian dapat menimbulkan perpecahan suatu daerah akibat ketidaksesuaian yang disebabkan oleh gejala saling melengkapi (Isnowati, 2007).

DAFTAR PUSTAKA

Gulo, Y. (2015). Identifikasi Pusat-Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pendukungnya dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Nias (Identification of Growth and Hinterland Area in Developing Nias District). Widyariset, 18(1), 37-48.

Isnowati, S. (2007). Pengujian Hipotesis Kuznets. Jurnal Bisnis dan ekonomi, 14(1)

Tarigan, R. (2006). Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Bumi Aksara




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline