Lihat ke Halaman Asli

Aksi Matikan Mikrofon, Oposisi Tak Boleh Interupsi

Diperbarui: 15 Juni 2022   14:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bebas berpendapat merupakan hak setiap orang dalam sebuah sistem demokrasi ini bukan? Setidaknya itu yang kita ketahui bersama. Sayangnya, akhir-akhir ini 'bebas berpendapat' nampaknya tak lagi bisa dilakukan oleh semua orang. Salah satunya adalah kasus yang baru-baru ini terjadi. Bahkan bukan masyarakat biasa, melainkan anggota perwakilan rakyat yang seharusnya menjadi fasilitator, pengoreksi dan bisa mengayomi rakyatnya. Namun faktanya dengan kasus tersebut, rakyat dibuat berpikir, perwakilan rakyat saja tidak didengarkan, lalu bagaimana dengan rakyatnya?

Kebebasan berpendapat yang dimasukkan sebagai salah satu dari beberapa hak manusia, sepertinya harus dipertimbangkan jikalau kasus seperti ini kerap terjadi. Seperti yang dikutip dalam menit.co.id, Puan Maharani matikan mikrofon selama Jabat Ketua DPR RI saat memimpin rapat paripurna kembali terjadi dan langsung mendapat sorotan. Kasus mematikan mikrofon yang dilakukan oleh ketua DPR ini bukanlah kasus baru. Masyarakat pun dibuat tidak asing dengan pemberitaan mengenai 'mematikan mikrofon' ini. Pasalnya, Puan Maharani tercatat telah melakukan hal serupa kurang lebih tiga kali. Dan setiap tiga kali tersebut, namanya akan viral di media sosial. Ya, mengingat saat ini Puan Maharani menjabat sebagai Ketua DPR periode 2019-2024.

Melihat kasus tersebut, sempat terbesit di pikiran mengenai hukum di negara ini sekarang. Ada begitu banyak PR untuk pengurus rakyat namun saat akan mendengarkan masalah yang ada, suara rakyat dibungkam. Seolah masalah-masalah yang ada dibiarkan begitu saja dan perlahan kita akan terbiasa dengan hal tersebut. Jujur, jika ini benar-benar dibiarkan, akan seliar apa hukum pada masyarakat? Akan sejahat apa atau setidakberpihak bagaimana lagi hukum pada rakyat?

Bukan lagi rahasia jika hari ini hukum layaknya pedang, tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Seakan itu gambaran yang sangat sempurna untuk hukum sekarang. Ketika ada uang, permasalahan hukum akan teratasi dengan gampang. Dan sebaliknya, ketika tidak ada uang, maka permasalahan akan menyayat diri dengan tajam. Dengan kata lain, hukum akan selalu berpihak pada orang-orang berkuasa yang memiliki kelebihan materi. Sayangnya, sebagai negara berkembang yang memiliki banyak hutang, Indonesia masih diselimuti permasalahan ekonomi dan kemiskinan.
Permasalahan-permasalahan di tengah masyarakat mungkin tidak terdengar oleh penguasa dan pengurus rakyat menjadi salah satu opsi paling masuk akal sekarang. Melihat, ketua DPR saja mematikan mikrofon guna menolak dengar interupsi anggotanya sendiri.

Hal-hal seperti ini adalah masalah. Sebagai masyarakat, jelas sekali butuh untuk diayomi, diurus atau diriayah oleh pemerintah. Setelah bertahun-tahun, bisa kita lihat bahwa sistem yang ada pada hari ini sepertinya tidak bisa benar-benar mengayomi rakyatnya. Bagaimana mau mengayomi jika terlihat sistem yang berjalan adalah sistem yang berat sebelah kepada pemilik modal?

Berbanding terbalik dengan sistem kapitalis liberal, sistem Islam menerapkan hukum yang berbeda. Bagi Islam, suara rakyat itu harus didengarkan dengan baik dan menyeluruh. Bukannya dibungkam atau tiba-tiba pura-pura tuli. Kekuasaan bukanlah ladang cari perhatian dan pujian, melainkan ladang seorang muslim menjalankan amanahnya dan mendulang pahala sebanyak-banyaknya.

Dalam sejarah, ada beberapa cerita mengenai pemimpin wilayah yang diturunkan dari jabatannya karena aduan masyarakat. Karena dalam Islam jelas, memimpin suatu wilayah adalah amanah yang berat dan pertanggungjawabannya kepada Allah bukanlah hal yang bisa dianggap main-main. Jika kita lihat saat ini, banyak sekali penguasa-penguasa yang berebutan kursi pemerintahan dengan motivasi yang tidak benar. Entah untuk kekuasaan atau untuk yang lainnya. Hal inilah salah satu alasan mengapa rakyat pada saat ini belum bisa keluar dari keterpurukannya.

Dalam Islam, jelas sekali aturan-aturan yang ada berlandaskan syariat. Pertanggungjawabannya langsung ke Allah dan motivasi dalam mengurusi urusan umat bukan karena ingin pamer atau masalah remeh. Salah satu contohnya adalah sifat zuhud dan takutnya Umar bin Khattab kepada Allah. Bahkan Umar hanya memiliki dua lembar pakaian ketika menjadi khalifah dan selalu memperhatikan rakyatnya. Di salah satu riwayat, Umar ketika melakukan suatu kesilapan dalam penetapan hukum lalu ditegur oleh rakyat, Umar meminta maaf dan membenarkan hukum tersebut. Pemimpin-pemimpin seperti Umar adalah salah satu dari begitu banyaknya contoh pemimpin hebat yang bisa kita temukan dalam sistem Islam. Itulah buah diterapkannya Sistem Islam secara keseluruhan dalam kehidupan. Wallahua'lam bisshowab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline