Aku masih terdiam didalam rumah, rasanya malas sekali untuk keluar berjalan menghirup udara segar. Belakang ini aku betah dikamar menyakasikan berita yang tidak karuan, setiap hari disuguhkan oleh tayangan berita pembunuhan, pemerkosaan, dan politik yang tidak pernah memiliki kepastian.
Siaran televisi di Negara ini makin membuat isi kepala berantakan, tontonan membuat mata rasanya perih. Aku mencoba mengalihkan mata dengan membaca berita di sosial media, tidak jauh berbeda dengan apa yang ditayangkan ditelevisi, media sosial semakin parah, tulisan tidak berdasar, cemooh, ejekan bahkan fitnah berterbangan saling serangan, kebenaran pun diragukan.
Seperti yang sedang ramai sekarang berita pencalonan presiden, pelaksanaan masih lama tapi seakan para pendukung saling menyalahkan satu sama lain, bahkan ada yang bilang sebuah "penghianatan".
Dimedia sosial orang orang suka berperang pandangan, perihal warna kebanggan, merah, hijau, kuning biru semuanya memeiliki padangan warna rumah sendiri yang paling benar. Sungguh aku tidak mengerti tentang semua ini.
Belum lagi di meja kopi warung pinggir kota, disawah orang saling berpandangan seakan mereka mengerti semua apa yang dilakukan oleh para elit politik. Belum lagi generasi muda, mulai ikut ikutan fanatik menjustifikasi kawan sendiri sudah memiliki warna.
Generasi milenial berperan melalui internet, membuat akun untuk mengunggulkan nama seseorang yang membayarnya. Meyebar tulisan menggiring opini untuk mengarahkan kesalah satu kandididat lawan.
Lempar kata balas kalimatfitnah diamana-mana, meme berterbangan saling menyerang, akhir ini semakin tidak terkendali para pengguna sosial media sudah terdoktrinasi oleh tulisan, gambar bahkan video penuh janji para politisi.
Meme yang dibuat dari gambar tidak semonoh di unggah ke media sosial dengan harapan mendapatkan like dan komentar banyak. Mereka tidak sadar sedang merendahkan kreatifitas seseorang. Sungguh aku tidak dapat menanggapi apa yang terjadi pada media sosial.
Malam itu angin berhembus semilir, rembulan menyinari malam, bintang menemani rembulan, aku berjalan keluar menikmati keindahan malam. sembari menikmati kopi aku mengajak temanku berdiskusi, ia seorang aktivis yang sering berkomunikasi dengan anggota dewan membicarakan masa depan Negara.
ia seorang mahasiswa pergerakan, tidak jarang ia turun ke jalan menyuarakan aspirasi masyarakat kepada para penguasa, melakukan unjuk rasa. dengan keberanian dan nalar pikiran yang tajam aku mencoba bertanya padanya