Waktu menunjukan pukul 05.50 wib, kok tumben yaa para siswa tidak sebanyak yang biasanya bertataop muka serta saling berjabat tangan di depan pintu gerbang sekolah. Hp samsung saya melantungkan 99 nama Tuhan versi ESQ, mengurangi kebisingan mobil yang lalu lalang menurunkan para siswa tepat di pintu gerbang sekolah. Ada apa yaaa ?
Tepat pukul 6 sang satpam memberitahu, "pak, tol bekasi tepatnya di jatibening ada demo bakar-bakaran. Dipastikan siswa dari Bekasi akan terlambat." Waduh, kenapa yaaa.
Inilah kondisi negara kita. Mendidik anak bangsa dengan pendidikan serba instan dan semaunya sendiri. Saya yakin kejadian ini bukan kejadian dadakan, karena sebelumnya saat saya tinggal di Bekasi ada nilai-nilai yang tidak jelas di jalan tol. Kalimat dilarang menurungkan penumpang di jalan tol, tetapi dilanggar pula oleh pengelola dengan menyediakan terminal bayangan di sana. Kebijakan-kebijakan yang terjadi lebih ke arah mengakomodir masyarakat. Padahal boleh jadi pengakomodiran tersebut justru membuat langhkah-langkah perbaikan akan sulit untuk tegak.
Yang kedua, masyarakat tentunya sudah merasa bahwa jasa marga sebagai pengelola jalan tol mengijinkan para pengendara kendaraan baik umum maupun pribadi untuk berbehenti, menurunkan dan menaikan penumpang di tempat itu. Sehari sebelumnya diskusi di sebuah stasiun televisi lagi-lagi mengambil contoh negara Jepang, tentang pembangunan sarana trasnportasi, dalam hal ini perkeretaapian. Intinya adalah, ada semacam pekerjaan menghitung yang benar untuk membangun sarana dan prasarana transportasi. Ada dua sisi yang saya lihat, satu negara kita memang gagal dalam masalah transportasi, yang kedua sedemikian gagalnya sampai kita tidak punya contoh pembangunan yang bisa menjadi teladan.
Pada peristiwa hari ini, banyak yang dirugikan. Saya tidak biacar kerugian para investor asing karena jalan tol terhambat. Saya hanya bicara sebagai guru. Hari ini banyak pendidikan bermasyarakat yang dicintohkan oleh semua komponen bangsa, dari parapenentu kebijakan hingga para orang tua dan yang menerima pelajaran tersebut adalah para peserta didik.
Bayangkan :
- Kesalahan kebijakan menggunakan jalan tol untuk menaikan dan menurunkan penumpang
- membuat bangunan yang mempermudah penumpang untuk beraktivitas di sekitar jatibening
- membiarkan para pengemudi bus untuk berhenti, bahkan mencari penumpang berlama-lama
- aksi demo yang menggangu jalannya angkutan
- aksi pemaksaan anarkis
- pembelokan mobil kembali untuk contra flow
- pemborosan energi saat mobil terhenti,
Sampai kapan negeri ini bisa mendidik para siswa dengan baik, guru yang mendidik di kelas harus bisa tersenyum walau saat itu harus deg-deg mencari solusi, apakah yang dididik di sekolah mampu memfilter pendidikan kekerasan di jalan raya yang setiap siswa kihat ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H