Lihat ke Halaman Asli

Menjadi Pekerja Humas yang Profesional

Diperbarui: 20 Juni 2015   03:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebagai pekerjaan yang berhubungan dengan masyarakat luas (publik) maka keberadaan pekerja di bidang Hubungan Masyarakat (Humas) atau Public Relations (PR) perlu mendapat perhatian sekaligus sorotan. Terutama dalam kaitan produk kerja maupun sumberdaya manusianya sehingga dalam perkataan lain bidang pekerjaan ini dapat disebut sebagai suatu profesi atau pelakunya dapat dikategorikan sebagai profesional.

Sebelum membahas lebih jauh, mengenai pengertian Humas itu sendiri penting dijelaskan sehingga diperoleh gambaran tentang apa dan bagaimana keberadaan Humas dalam menjalankan tugas, fungsi dan peranannya. Adapun pengertian Humas secara universal dapat disebutkan sebagai berikut:

Adiwaluyo (2005) dalam tulisan berjudul Leadership Park, mengutip kamus terbitan Institute of Public Relations (IPR), yakni sebuah lembaga humas terkemuka di Inggris menyebutkan bahwa “humas adalah keseluruhan upaya yang dilangsungkan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya”. Jadi, humas adalah suatu rangkaian kegiatan yang diorganisasi sedemikian rupa sebagai suatu rangkaian kampanye atau program terpadu, dan semuanya itu berlangsung secara berkesinambungan dan teratur. Kegiatan humas sama sekali tidak bisa dilakukan secara sembarangan atau dadakan. Tujuan humas itu sendiri adalah untuk memastikan bahwa niat baik dan kiprah organisasi yang bersangkutan senantiasa dimengerti oleh pihak-pihak lain yang berkepentingan (atau lazim disebut sebagai seluruh “khalayak “ atau publiknya).

Sedangkan menurut kamus Fund and Wagnal, American Standard Desk Dictionary terbitan 1994, istilah humas diartikan sebagai segenap kegiatan dan teknik/kiat yang digunakan oleh organisasi atau individu untuk menciptakan atau memelihara suatu sikap dan tanggapan yang baik dari pihak luar terhadap keberadaan dan sepakterjangnya. Istilah “kiat“ dalam definisi ini mengindikasikan bahwa humas harus menggunakan metode manajemen berdasarkan tujuan (management by objectives).Dalam mengejar suatu tujuan, semua hasil atau tingkat kemajuan yang telah dicapai harus bisa diukur secara jelas, mengingat humas merupakan kegiatan yang nyata. Hal ini dengan tegas menyangkal anggapan keliru yang mengatakan bahwa PR merupakan kegiatan yang abstrak. Bila anda tengah menjalankan suatu program kehumasan, anda pasti bisa mengukur hasi-hasil yang sudah dicapai. Kalau perlu, Anda bisamenerapkan teknik-teknik riset pemasaran untuk menguji tingkat keberhasilan atau tingkat kegagalan dari suatu kampanye kehumasan yang Anda lancarkan.

Sementara itu pada pertemuan asosiasi-asosiasi Humas atau Public Relations seluruh dunia di Mexico City, Agustus 1978, ditetapkan definisi Humas adalah suatu seni sekaligus disiplin ilmu sosial yang menganalisis berbagai kecenderungan, memprediksikan setiap kemungkinan konsekuensi dari setiap kegiatannya, memberi masukan dan saran-saran kepada para pemimpin organisasi, dan mengimplementasikan program-program tindakan yang terencana untuk melayani kebutuhan organisasi dan atau kepentingan khalayaknya (Anggoro, 2000).

”Menganalisis kecenderungan“ mengisyaratkan bahwa dalam Humas kita juga perlu menerapkan teknik-teknik penelitian ilmu sosial dalam merencanakan suatu program atau kampanye kehumasan. Definisi tersebut juga menyejajarkan aspek- aspek kehumasan dengan aspek-aspek ilmu sosial dari suatu organisasi, yakni menonjolkan tanggung jawab organisasi kepada kepentingan publik atau kepentingan masyarakat luas. Setiap organisasi dinilai berdasarkan sepak terjangnya. Humas itu jelas berkaitan dengan niat baik dan reputasi.

Di Indonesia, terutama di kalangan lembaga pemerintahan atau birokrasi, ditemui Humas sebagai salah satu divisi dalam setiap organisasi. Para pekerjanya sering disebut Pranata Humas.

Menurut Tatang Isya Iskandar (2006), disebutkan bahwaPranata Humas, adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan informasi dan kehumasan. Pranata humas adalah pejabat fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis dalam melakukan kegiatan informasi dan kehumasan pada instansi pemerintah, yang terdiri dari pranata humas tingkat terampil dan pranata humas tingkat ahli.

Tugas pokok Pranata Humas, yaitu melakukan kegiatan pelayanan informasi dan kehumasan, meliputi: (1) Perencanaan pelayanan informasi dan kehumasan, (2) Pelayanan informasi, (3) Hubungan kelembagaan, (4) Hubungan personal, (5) Pengembangan pelayanan informasi dan kehumasan.

Dari berbagai paparan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Humas merupakan sebuah aktivitas kerja yang berkaitan dengan pelayanan kepentingan banyak pihak atau atau melibatkan masyarakat luas (publik), ada metode atau teknik tertentu yang bisa dipelajari terutama dalam lingkup ilmu komunikasi, ditekuni oleh tenaga ahli dan merupakan aktivitas komunikasi berkesinambungan karena informasi yang disampaikan kepada khalayaknya dapat dipertanggung jawabkan.

Humas yang Profesional

Pertanyaan awal yang perlu dikemukakan di sini yaitu mencari tahu pengertian atau pemahaman arti kata profesional dalam kaitan kerja, sehingga apakah para pekerja di bidang Humas tersebut layak disebutsebagai tenaga yang profesional atau tidak?

Dalam pengertian umum, profesi dapat diartikan sebagai pekerjaan. Tentu saja pekerjaan dalam pengertian ini bukanlah sembarang pekerjaan bisa disebut profesi, karena jika dikaitkan dengan perkataan profesional maka harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai atribut yang melekat dalam sistem dan mekanisme kerjanya.

Disebutkan dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Profesional, profesional adalah seseorang yang menawarkan jasa atau layanan sesuai dengan protokol dan peraturan dalam bidang yang dijalaninya dan menerima gaji sebagai upah atas jasanya. Orang tersebut juga merupakan anggota suatu entitas atau organisasi yang didirikan seusai dengan hukum di sebuah negara atau wilayah.

Lebih jauh pada pemahaman substansial, mengutip tulisan Martono (dalam: http://sosbud.kompasiana.com/2011/03/04/belajar-menjadi-profesional-mengapa-tidak-344228.html) secara lengkap disebutkan bahwa beberapa atribut agar suatu pekerjaan dapat disebut profesi dan pelakunya disebut profesional, di antaranya:

* Ada ilmunya

Dimaksudkan, pekerjaan yang dilakukan mempunyai dasar keilmuan. Dalam perkataan lain, bahwa pekerjaan yang ditekuni itu melalui proses pembelajaran berkelanjutan, bisa dipelajari (ada sekolahnya), para pelaku tentu mengenyam dunia pendidikan, pengajaran, dan pelatihan, bahkan menekuni hingga memahami filosofi keilmuannya. Ini penting, mengingat seseorang yang disebut profesional selalu memiliki landasan pijak yang jelas, bekerja menggunakan cara (baca: metode) alias tidak asal-asalan.

* Menjiwai pekerjaan

Dimaksudkan, ketika menjalankan profesinya selalu serius, teliti/cermat, tekun, jujur dalam mengimplementasikan kepakaran/keahlian dan menjadikan setiap pekerjaan yang dihadapi merupakan sebuah tantangan. Pantang menyerah tanpa harus di-intervensi oleh kepentingan lain di luar pekerjaan yang dihadapi/dilakukan. Pendek kata, seorang profesional selalu menjiwai pekerjaan, bekerja secara terus-menerus hingga apa yang dilakukan benar-benar selesai.

Seringkali banyak beranggapan bahwa untuk menemui seorang profesional merasa kesulitan. Hal demikian tidak benar, karena seorang profesional mempunyai waktu luang tersendiri, artinya para profesional sudah terbiasa memanfaatkan hampir seluruh waktunya untuk melangsungkan pekerjaan, menyadari bahwa “hidupnya” memang diperoleh dari keahliannya, selalu bangga akan apa yang dilakukan.

* Pelayanan umum

Pekerjaan yang ditekuni bermanfaat untuk kepentingan umum. Maksudnya, apa yang dilakukan/dikerjakan kalangan profesional bukan semata untuk dirinya sendiri, melainkan untuk memenuhi kepentingan lebih luas dan memberikan pelayanan kepada siapa saja yang memerlukan. Hasil kerja dapat dinikmati berbagai kalangan melalui pelayanan berkualitas. Singkat kata, mengingat pelayanan bersifat umum dan memenuhi kebutuhan publik, maka “bayaran” layak diperoleh atas keahlian yang telah dilakukan tersebut.

* Kode etik

Barang tentu untuk memenuhi kelayakan seseorang dapat disebut profesional bilamana dalam menjalankan pekerjaan (profesinya) selalu terkait tanggung jawab moral. Etika merupakan salah satu atribut yang melekat dan tercermin melalui sikap atau perilaku dalam setiap pekerjaan yang dihadapi. Pertimbangan atas dampak (terutama dampak negatif) yang akan terjadi selalu menjadi fokus perhatian. Dalam pengambilan keputusan tidak gegabah, kelayakan dan kepatutan untuk bertindak menjadikan “self censorship” sehingga pekerjaan menjadi pantas dilakukan. Kalanganprofesional biasanya memiliki perkumpulan atau organisasi profesi, antara lain untuk mengawasi bilamana di kemudian hari bermasalah, apakah pekerjaan yang dijalankan sudah sesuai kode etik profesi yang telah disepakati.

Dari keseluruhan paparan tulisan di atas, jawaban atas pertanyaan apakah bekerja di bidang Humas dapat disebut profesi, sehingga pelakuknya disebut profesional?

Dalam artian luas, sesuai persyaratan maupun atribut yang harus dipenuhi agar suatu aktivitas dan pelakunya menjadi pekerja profesional maka Humas merupakan sebuah pilihan profesi yang layak ditekuni oleh setiap orang yang berminat. Setidaknya, standar profesi memang tercakup dalam kegiatan Humas sebagaimana telah dibahas dalam tulisan ini.

Sedangkan dalam artian lingkup terbatas (pada tataran implementasi), menjadi pekerja Humas yang profesional sesungguhnya bergantung pada pelakunya, ini sangat personal dan individual. Apakah anda telah sadar dan memenuhi persyaratan atau atribut yang telah disebutkan dalam pemaparan di atas. Jika sudah terpenuhi semuanya, maka anda layak disebut sebagai pekerja Humas yang profesional. (Waluya).

Referensi:

Adiwaluyo, Eko, Leadership Park, Majalah Bulanan Mitra Kinerja Indonesia, Edisi IV/25 Maret-April 2005.

Anggoro, M Linggar, Teori & Profesi Kehumasan, Bumi Aksara, Jakarta, 2000.

Tatang Isya Iskandar,(Makalah) dalam Sosialisasi Lembaga Kehumasan di Yogyakarta, 28 September 2006.

Joko Martono, dalam: http://sosbud.kompasiana.com/2011/03/04/belajar-menjadi-profesional-mengapa-tidak-344228.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Profesional




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline