Lihat ke Halaman Asli

Siput Kerucut, Si Tukang Sihir dari Laut

Diperbarui: 13 Januari 2016   11:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Apa persamaan antara siput kerucut dan Harry Potter? Keduanya adalah penyihir! Perbedaannya? Harry Potter menggunakan tongkat sihir dan mantra “Avada Kedavra” untuk mengalahkan lawannya, tapi siput kerucut menggunakan proboscis (“hidungpanjang” seperti belalai gajah), bisa atau hormon insulin untuk melumpuhkan mangsanya.

Berbeda pula dengan mantra Harry Potter yang hanya berguna untuk melumpuhkan lawan, bisa dan hormon insulin siput kerucut bermanfaat secara medis, sebagai kandidat berbagai obat syaraf dan diabetes mellitus (penyakit gula) serta merupakan analgesik (pemati rasa) terampuh saa tini.

Potensi medis siput kerucut memang tampak sangat bertolakbelakang dengan reputasinya sebagai “pemanah dan pembunuh tercepat di laut” yang menurut sebuah artikel ilmiah ternama Nature telah merenggut nyawa 30 orang.

Biasanya bersembunyi di balik pasir atau lumpur, siput kerucut menunggu mangsanya. Dia menarik perhatian mangsanya dengan proboscis, yang dapat digerakan seperti cacing muncul dari pasir. Ketika ikan mendekat karena penasaran, siput kerucut akan melepaskan harpoon–semacam lembing terikat tali panjang—berisi bisa atau hormon insulin.

“Bisa atau hormon insulin yang dihasilkan oleh hewan-hewan ini [siputkerucut] melumpuhkan mangsa seperti cacing, siput lain atau ikan” kata Professor Frank Mari dari Universitas Atlantik Florida “Bisa ini adalah campuran kompleks dari berbagai molekul (conotoxin atau bisa siput kerucut) berkhasiat obat”.

Ditemukan pertamakali oleh Professor Baldomero Olivera dan tim dariUniversitas Utah Amerika Serikat dari seekor siput Philipina Conus magus, prialt atau ziconotide disahkan oleh Badan Obat dan Makanan Amerika (FDA) pada tahun 2006 sebagai analgesik (pemati rasa). Prialt adalah obat pertama berasal dari siput kerucut dan dari laut, analgesik yang 1.000 kali lebih ampuh dan aman daripada morfin karena tanpa dampak samping seperti yang ditimbulkan morfin.

“Kami belum mengetahui dampak sampingnya,” kata Professor Craik dari Universitas Queensland Australia yang juga sedang mengembangkan analgesik baru dari siput kerucut. “Tampaknya protein yang kami temukan punya mekanisme pemati rasa berbeda dengan morfin, jadi kami piker dampak sampingnya pasti sangat kecil”.Selanjutnya kata Prof. Craik “Inilah salah satu keuntungan jenis obat ini”.

Penemuan analgesic dari siput laut ini amat penting karena menurut laporan Melnikova seorang pengamat obat internasional, “pasien hanya mendapat 20% dampak analgesic bahkan dari analgesik terbaik saat ini sekalipun. Ini pun belum termasuk berbagai dampak samping seperti ketagihan”. Lagipula, “analgesic seperti aspirin telah berusia hampir 200 tahun dan opioid (termasuk morfin) sudah lebih dari 2.000 tahun” kata Dokos Charalampos dan timnya dari Universitas Aristotle Yunani “sehingga berbagai praktisi kesehatan internasional meragukan kemanjuran obat-obat ini”.

Kisah berbeda justru terjadi pada uji klinis prialt. “Orang-orang yang tidak bisa berjalan karena kerusakan syaraf ke kaki” kata Professor Harvey dari Universitas Strathclyde “dapat berdansa setelah beberapa minggu menggunakan Prialt”.

Belum lama ini, siputlaut kembali “menyihir” dunia ilmu pengetahuan. Tim peneliti dari Utah Amerika menemukan hasil sangat mengejutkan yakni siput kerucut tidak menggunakan bisa untuk menangkap mangsanya, melainkan insulin. Ya, hormon pengatur kadar gula darah yang kekurangannya menyebabkan penyakit diabetes.

Ketika kelompok peneliti itu sedang mengumpulkan bisa yang dilepaskan oleh siput kerucut, mereka menemukan insulin. Awalnya mereka menduga itu pasti insulin hewan tidak bertulang belakangan (avertebrata) karena siput tergolong hewan avertebrata. Tapi mereka keliru karena insulin yang dihasilkan justru sama dengan insulin hewan bertulang belakang (vertebrata).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline