Sudahi hiruk pikuk politik di masa krusial ini ketika banyak orang sedang berjuang untuk bangkit, bangkit dari keterpurukan ekonomi dan ancaman wabah yang tak kunjung menunjukkan tren membaik.
Entah apa motif para penggagas kesesatan pikir yang mewacanakan periode presiden tiga periode dan menyandingkan Jokowi Prabowo untuk pemilu presiden 2024. Sungguh kekonyolan yang tak lagi mengedepankan etika dan cita-cita reformasi yang memang semakin hari semakin menyusut.
Meski jadwal pemilu nasional dan pilkada serentak sudah ditetapkan dan rangkaian persiapan terutama regulasi yang mengatur mulai digagas, tetapi tahun ini bukanlah tahun politik. Tahun ini masih tahun pandemi, tahun kedua negeri ini tak kunjung lepas dari ganasnya serangan covid-19.
Tetapi seperti tidak berempati pada kondisi, para penjilat kekuasaan justru seperti berlomba memainkan panggung untuk mulai menyapreskan diri atau kandidatnya. Mungkin ini tak terlepas dari tren bagi-bagi jabatan komisaris atau karena adanya harapan akan datangnya pemimpin baru karena sesuai konstitusi yang sampai hari ini kita akui dan patuhi, Jokowi tak bisa lagi mencalonkan diri, sudah cukup dan harus sadar diri.
Kembali ke para penggagas yang hari ini mengobok-obok hati dan pikiran rakyat, seolah mereka sengaja mencuatkan isu yang memang di ranah warga setiap isu akan selalu menjadi trending topic, karena disadari warga kita mudah tersulut emosinya, emosi klasik yang mudah dipantik. Isu yang diuapkan akan menggiring opini publik dan membentuk polarisasi antara yang mendukung dan yang menolak. Anehnya, yang menolak kemudian dikategorikan sebagai kelompok "radikal". Negeri ini memang sudah sakit, sakit dalam polarisasi politik yang sengaja ditumbuhkembangkan.
Tapi sungguh tak elok di tahun yang penuh perjuangan ini ada yang berorkestra memainkan isu capres 2024, seolah ini waktu untuk tampil mencuri hati rakyat. Karena mungkin berkali-kali hasil survei capres diproklamirkan yang menyulut ketegangan oleh mereka yang berambisi.
Semestinya itu belum tejadi, kecuali ada rencana untuk lebih cepat mengganti presiden dan wakil presiden hari ini, maka itu menjadi cerita yang berbeda. Ketertekanan masyarakat atas wabah di mana masyarakat masih menjadi sasaran kesalahan dari pejabat yang punya andil pada aturan dan kebijakan untuk menciptakan keterkendalian namun selalu gagal harusnya lebih dikritisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H