Ahh berlalu juga hari itu. Hari yang katanya merupakan pesta demokrasi. Hari dimana rakyat Indonesia memilih siapa pemimpinnya untuk lima tahun ke depan. Akhirnya dengan segala keriuhannya, pemilihan umum presiden telah terlaksana. Kini tinggal menunggu siapa pemenangnya menurut lembaga resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pemilihan presiden tahun ini terasa sangat berbeda dengan pemilihan sebelumnya. Pilpres kali ini benar-benar ramai, gaduh, riuh. Tim sukses, pendukung, relawan, dua pasangan calon presiden dan wakil presiden tak hentinya berkomentar di sosial media.
Jejaring sosial tak ayal menjadi media sosialisasi maupun propaganda kedua pendukung capres dan cawapres. Semua hal tentang empat tokoh itu dilucuti satu per satu oleh para pendukungnya. Banjir informasi yang terkadang membuat bingung.
Dari sekian banyak berita dan informasi tentang pasangan capres dan cawapres tersebut, ada satu hal yang membuat saya tertarik. Yaitu tentang umrahnya Joko Widodo (Jokowi) pada masa tenang.
Kegiatan ibadah ini pun menuai respons. Salah satunya dari politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah. Seperti diketahui PKS adalah salah satu partai pendukung pasangan Prabowo Subianto- Hatta Rajasa.
Dikutip dari situs berita Detik.com pada Senin (7/7), Fahri menilai ibadah umrah Jokowi hanyalah bentuk pencitraan. Tak jelas maksud sebenarnya pernyataan Fahri itu. Namun dilihat dari posisinya sebagai tim sukses Prabowo, pernyataan Fahri bernada negatif.
Pernyataan Fahri ini mendapat tanggapan dari mantan Ketua Umum PB NU Hasyim Muzadi. Dari pemberitaan beberapa media, Hasyim yang menjadi pendukung Jokowi, menganggap pernyataan Fahri itu sebagai bentuk fitnah.
Kisah Usamah
Dari persoalan umrah Jokowi yang menuai kontroversi, kita beralih ke sebuah cerita di era Rasulullah saw. Kisah ini tentang sahabat Rasulullah saw bernama Usamah bin Zaid. Ketika itu, Rasul saw mengutus Usamah untuk memimpin pasukan muslim berperang menghadapi kaum musyrik.
Usamah berperang dengan gagah berani. Hingga pada suatu saat, Usamah berhadapan dengan seorang musuh yang telah membunuh banyak pasukan muslim. Mereka berduel. Dengan segala ketangkasannya, Usamah berhasil memukul jatuh musuh tersebut.
Begitu Usamah akan menghujamkan tombaknya ke tubuh musuh itu, tiba-tiba si musuh mengatakan sebuah kalimat mengagetkan. Musuh itu mengucap kalimat tauhid La ilaaha illallah.
Usamah sempat bingung. Ia berpikir sejenak. Akhirnya Usamah memutukan membunuh musuh tersebut. Begitu pulang dari peperangan, kabar tentang pertarungan Usamah ini terdengar oleh Rasul saw.
Rasul saw bertanya alasan Usamah tetap membunuh orang yang telah mengucapkan kalimat tauhid itu. Usamah menjawab, bahwa itu hanya siasat dari musuh agar terhindar dari tajamnya tombak Usamah.
Mendengar jawaban Usamah, muka Rasul saw merah. Dari beberapa riwayat disebutkan, dengan nada tinggi Rasul saw mengatakan, “Mengapa tidak engkau belah dadanya dan engkau lihat apakah ia mengatakannya itu ikhlas dari hatinya atau karena pura-pura semata?”
Akhmad Sahal, dalam tulisannya berjudul Perlukah Polisi Syariah, mengutip hadist Nabi Muhammad saw mengenai peristiwa Usamah ini. Rasul bersabda,“Kita berhukum berdasarkan ukuran-ukuran lahiriah, dan Allahlah yang memutuskan apa yang sejatinya yang tersembunyi dalam batin.” (Lihat Baihaqi, Kitab Sunan al-Kubro, vol 8: 196).
Dari cerita Usamah ini, Rasul saw memperingatkan kita untuk tidak menilai ibadah seseorang itu apakah benar-benar tulus atau hanya pura-pura. Karena yang tahu isi hati seseorang hanyalah Allah.
Seperti yang dialami Jokowi. Kita tidak pantas menilai apakah ibadah umrah yang dilakukan Jokowi itu hanyalah bentuk pencitraan politik. Biar Jokowi dan Allah saja yang tahu niat sebenarnya dari ibadah umrah itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H