Lihat ke Halaman Asli

Memories

Hanya orang biasa yang tidak berarti apa apa

Puisi | Sandiwara

Diperbarui: 30 Januari 2020   06:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar dari Unsplash

Mudahnya mengaba rona agar menerbitkan bulan sabit pada kelam sebenarnya rasa, membohongi seluruh dunia dengan lihainya bersandiwara.

Berhasil mengelabuhi seluruh isi semesta adalah pencapaian besar dari perjalanan masa berjumpa purnama demi purnama.

Terus menyembunyikan jati sebuah hati agar tertopang ritme seperti yang seharusnya.

Namun, apa yang bisa mengubah sebuah rasa pemberian Tuhan ini sebenarnya tidak pernah ada.

Karena hati tidak dicipta untuk mudah dipaksa, dia ada dengan segala bentuk kebebasan yang pernah terwujud diseluruh semesta.

Jika rasa adalah anugrah dari pencipta, lalu mengapa harus memaksanya sedang dia sewujud cahaya yang hanya akan pudar saat Sang Pemiliklah yang memintanya.

Yang nyata ini hanya ilusi, yang jati adalah hati. 

Yang tertawa hanya seorang pemain pengganti agar sang primadona tetap nyaman dalam kesunyian.

Yang tersenyum hanya sebuah lukisan yang menempel di dinding rona mencoba menutupi derasnya air pelipur lara.

Hati tetaplah hati, sepanjang usia raga tak pernah dia bisa dipaksa, saat telah terukir sbuah nama keabadianlah sebenar-benarnya sandiwara.

Yogyakarta

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline