Lihat ke Halaman Asli

Pemikiran Politik Thomas Hobbes

Diperbarui: 10 Desember 2024   15:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Thomas Hobbes (1588--1679) adalah salah satu filsuf politik paling berpengaruh dalam sejarah filsafat Barat. Pemikirannya tentang negara, kekuasaan, dan masyarakat dituangkan dalam karyanya yang terkenal, Leviathan (1651). Hobbes menekankan pentingnya negara yang kuat untuk menghindari kekacauan dan konflik dalam masyarakat, serta pandangannya tentang sifat dasar manusia yang menjadi dasar teori politiknya.

1. Pandangan tentang Sifat Dasar Manusia:
Hobbes memiliki pandangan pesimistis tentang sifat dasar manusia. Menurutnya, manusia secara alami bersifat egois dan memiliki dorongan untuk mempertahankan diri serta memenuhi kebutuhan mereka. Dalam kondisi alami (state of nature), manusia hidup tanpa aturan, hukum, atau pemerintahan. Dalam keadaan ini, Hobbes menggambarkan kehidupan manusia sebagai penuh ketidakpastian, ketakutan, dan kekerasan. Ia menyatakan bahwa dalam kondisi alami, manusia hidup dalam keadaan perang (bellum omnium contra omnes), yaitu perang semua melawan semua.

Hobbes percaya bahwa tanpa kekuasaan yang mengatur, manusia tidak dapat hidup dalam harmoni. Dorongan untuk mempertahankan diri akan mendorong setiap individu untuk saling mencurigai dan bersaing demi sumber daya. Dalam kondisi ini, tidak ada keamanan atau stabilitas, karena setiap orang memiliki kebebasan penuh untuk melakukan apa saja demi kelangsungan hidupnya.

2. Teori Kontrak Sosial:
Hobbes mengajukan solusi untuk keluar dari kondisi alami yang penuh kekacauan melalui gagasan kontrak sosial (social contract). Ia percaya bahwa manusia, yang menyadari betapa berbahayanya hidup dalam kondisi alami, akan setuju untuk menyerahkan kebebasan individu mereka kepada otoritas yang lebih tinggi demi mendapatkan keamanan dan ketertiban.

Dalam kontrak sosial versi Hobbes, individu-individu secara sukarela memberikan sebagian besar hak alami mereka kepada penguasa, yang disebut Leviathan. Leviathan adalah simbol negara yang kuat dan berdaulat, yang bertugas menjaga kedamaian dan melindungi warganya. Penguasa ini memiliki kekuasaan absolut dan tidak dapat diganggu gugat, karena hanya dengan otoritas absolut, negara dapat menjamin stabilitas dan menghindari kembalinya kondisi alami.

3. Kedaulatan Absolut:
Hobbes mendukung gagasan bahwa penguasa harus memiliki kedaulatan absolut. Dalam pandangannya, kekuasaan yang terpecah-pecah atau terlalu lemah hanya akan memicu perselisihan dan memperburuk kondisi masyarakat. Hobbes percaya bahwa otoritas absolut diperlukan untuk memastikan kepatuhan warga negara terhadap hukum dan mencegah potensi konflik.

Namun, penting untuk dicatat bahwa menurut Hobbes, kedaulatan absolut ini bukanlah bentuk tirani. Penguasa, meskipun memiliki kekuasaan yang tidak terbatas, bertanggung jawab untuk menjaga perdamaian dan melindungi kehidupan warganya. Jika penguasa gagal melaksanakan tugas ini, maka kontrak sosial dianggap batal, meskipun Hobbes tidak secara eksplisit memberikan ruang untuk pemberontakan.

4. Pandangan tentang Negara:
Hobbes menggambarkan negara sebagai makhluk buatan manusia yang berfungsi untuk mengendalikan dan mengorganisasi masyarakat. Dalam bukunya Leviathan, Hobbes menggunakan analogi bahwa negara adalah seperti monster laut raksasa yang melambangkan kekuasaan dan otoritas yang besar. Negara ini terdiri dari individu-individu yang bersatu melalui kontrak sosial, dan penguasa adalah kepala dari Leviathan tersebut.

Negara yang dibayangkan oleh Hobbes memiliki kekuatan penuh untuk menetapkan hukum, memungut pajak, dan memaksa ketaatan dari warganya. Hobbes juga percaya bahwa negara harus bersifat sekuler, artinya kekuasaan agama tidak boleh mengganggu atau menyaingi otoritas negara. Hal ini menunjukkan pandangannya yang pragmatis dalam menghadapi konflik antara otoritas keagamaan dan politik yang sering terjadi pada zamannya.

5. Hukum dan Keadilan:
Hobbes melihat hukum sebagai alat utama untuk menciptakan keteraturan dalam masyarakat. Dalam pandangannya, hukum adalah perintah dari penguasa yang harus ditaati oleh seluruh warga negara. Tanpa hukum, manusia akan kembali pada kondisi alami yang penuh konflik. Hobbes juga menekankan bahwa keadilan tidak ada dalam kondisi alami, karena keadilan hanya dapat eksis dalam masyarakat yang memiliki hukum dan otoritas.

Menurut Hobbes, keadilan adalah kepatuhan terhadap kontrak. Oleh karena itu, tindakan yang melanggar kontrak sosial dianggap tidak adil. Namun, keadilan ini bukan berdasarkan moralitas atau agama, melainkan semata-mata untuk menjaga stabilitas dan keamanan masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline