Lihat ke Halaman Asli

Melacak Antropologi Filosofis dalam Seni Realisme Sosialis

Diperbarui: 18 November 2015   09:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Life is not determined by consciousness, but consciousness by life. Karl Marx, German Ideology

Pada mulanya adalah pertanyaan-pertanyaan: Siapakah manusia? Dari mana manusia datang? Ke manakah tujuan atau arah hidup manusia? Itulah pertanyaan-pertanyaan mendasar untuk melacak konsep antropologi filosofis (filsafat manusia) dalam sebuah sistem pemikiran. Pertanyaan-pertanyaan itu yang akan menjadi panduan untuk melacak konsep antropologi filosofis dalam seni realisme sosialis, terutama dalam seni realisme sosialis George Lukacs. Sebelum lebih jauh masuk dalam usaha melacak antropologi filosofis dalam realisme sosialis George Lukacs, mungkin muncul sebuah pertanyaan di awal tulisan ini.

Mengapa yang dilacak adalah antropologi filosofis dalam seni realisme sosialis Lukacs, bukan yang lain? Ada beberapa alasan. Pertama, melalui seni realisme Lukacs sangat gencar membela keberadaan manusia. Kegencaran Lukacs itu memunculkan pertanyaan lebih lanjut: Apakah status ontologis manusia (alasan ada-nya) sehingga dengan seni realisme sosialis Lukacs gencar membela keberadaan manusia? Kedua, bila membaca gagasan Lukacs mengenai seni realisme sosialis (Ib. Karyanto, 1997) dan karyanya yang lain (George Lukacs, 2010) kita – sekurang-kurangnya saya – tidak begitu saja mendapat gambaran yang jelas dan utuh tentang antropologi filosofisnya. Ketiga, dalam konsepnya tentang seni realisme sosialis, sebagai seorang Marxis, Lukacs mendasarkan pemikirannya pada pemikiran Karl Marx dan beberapa antropolog marxis. Oleh karena itu, dalam upaya menemukan konsep antropologi filosofis dalam realisme sosialis, selain berpijak pada pemikiran Marx tentang Materialisme Historis, saya juga mendasarkan tulisan ini pada tafsiran para antropolog marxis tentang Materialisme Historis.

Tentu dengan harapan bahwa berdasarkan tiga alasan tersebut, pertanyaan mengenai status ontologis atau alasan ada-nya manusia dalam realisme sosialis Lukacs dapat terjawab melalui tulisan ini. Selain itu pertanyaan-pertanyaan dasar antropologi filosofis pada awal tulisan ini pun dapat terjawab melalui lorong-lorong seni realisme sosialis.

Realisme Sosialis; dari Filsafat Sejarah Hegel ke Materialisme Historis Marx

Pada bagian ini dipaparkan terlebih dahulu secara ringkas gagasan Lukacs mengenai realisme (Ib. Karyanto, 1997,52-80). Dengan uraian singkat ini, kita dapat melihat apa problem besar yang dialami manusia, yang kemudian menjadi keprihatinan sekaligus dibela oleh Lukacs sebagai seorang marxis. Di tengah kebengisan manusia yang saling bertempur dalam dalam gelanggang Perang Dunia sehingga awan gelap memayungi manusia modern, Lukacs membangun sebuah harapan emansipatif bagi manusia melalui seni. Ia melihat bahwa bibit-bibit emansipasi manusia sesungguhnya sudah dirintis oleh Hegel melalui gagasannya tentant sejarah (filsafat sejarah).

Sejarah bagi Hegel merupakan satu momen dari gerak dialektif roh. Manusia bagi Hegel adalah suatu produk dari sejarahnya sendiri. Dengan demikian hakikat gerak sejarah terletak pada manusia. Gerak sejarah itu sendiri merupakan manifestasi dari “roh universal” di dunia. Hegel menjelaskan hal itu melalui defenisinya tentang nilai pekerjaan. Nilai pekerjaan terletak pada kemampuan dari pekerjaan itu sendiri sebagai upaya manusia memanusiakan objek di luar diri manusia. Kerja menurut Hegel tersebut oleh Lukacs dipahami sebagai gerak evolusi yang niscaya, semacam gerak organik dari evolusi.

Meskipun Hegel memberi fondasi yang kukuh bagi sebuah gerak evolusi tetapi bagi Lukacs, gagasan Hegel terlalu abstrak sehingga tidak memberi gambaran yang jelas mengenai gerak dialektis teori dan praktik. Dialektika antara subjek dan objek pun tidak jelas dalam filsafat sejarah Hegel. Oleh karena itu, Lukacs kemudian mengerucutkan teori seni realisme sosialis dengan bertumpu pada teori Materialisme Historis Marx. Materialisme Historis, ungkap Lukacs mampu membantu mencari akar materi setiap gejala sosial dengan memandangnya sebagai gerak kesatuan yang menyejarah dan dalam gerak itu hukum-hukum perkembangannya dinyatakan (Ib. Karyanto, 1997,37-38).

Prinsip dasar Materialisme Historis adalah bahwa bukan kesadaran manusia yang menentukan keadaan manusia melainkan sebaliknya keadaan sosial manusialah yang menentukan kesadarannya. Kesadaran atau apa yang dipikirkan tidak menentukan perkembangan masyarakat, melainkan situasi konkrit masyarakatlah (manusia) yang menentukan kesadarannya (Franz Magnis-Suseno, 1999,138-139). Berbeda dengan teori dialektika Hegel yang tidak tegas dan jelas menggambarkan dialektika teori dan praktik, antara subjek dan objek, Materialisme Historis Marx merupakan penjelasan tentang dialektika yang lebih jelas dan menggambarkan dialektika subjek dan objek, antara teori dan praktik. Materialisme Historis juga lebih mudah untuk dipraktikkan (Ib. Karyanto, 1997,55). Dengan kata lain, bukan pikiran yang mengungkapkan dan menegaskan ada (being) manusia, melainkan pekerjaan jasmani atau aktivitas produktiflah yang mengungkapkan ada manusia.

“Filsfat sejarah Marx merupakan ajaran komprehensif yang memperhatikan kemajuan yang dilakukan oleh usaha kemanusiaan dari sejak masa komunisme primitif sampai pada zaman kita. Sekaligus merupakan perspektif yang menunjukkan pada kita perkembangan sejarah di masa depan,” aku Lukacs (George Lukacs, 1989,4; Ib. Karyanto, 1997, 56). Salah satu gagasan kunci dalam pengakuan Lukacs atas kelebihan Materialisme Historis Marx tersebut adalah “komunisme primitif”. Gagasan kunci itu kemudian ditafsirkan dalam bingkai antropologi marxis oleh antropolog marxis.

Dari gagasan emansipatif yang terinspirasi dari filsafat sejarah Hegel dan dialektika teori dan praktek yang aplikatif dalam Materialisme Historis, Lukacs kemudian menempatkan ide-ide itu dalam konteks seni realisme sosialis, khususnya sastrawan realis. Sastrawan realis, kata Lukacs, mempunyai tanggungjawab etis terhadap proses pembebasan manusia dari segala bentuk kepalsuan (kesadaran palsu). Tanggungjawab itu merupakan buah dari pemahaman sastrawan terhadap eksistensi manusia di tengah perkembangan gerak historis (George Lukacs, 1989, 36). Oleh karena itu “prinsip realisme adalah mengantar manusia berkembang menuju keutuhannya sebagai persona” (George Lukacs, 1989,52).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline