Berikut adalah besaran kebijakan anggaran ketenagakerjaan Indonesia. Tulisan berikutnya insya Allah akan memberikan perhitungan yang lebih rinci.
1) Postur APBN tahun anggaran 2015-2017 secara umum menunjukkan pertumbuhan fiskal yang melambat yang juga berpotensi menjadi salah satu faktor perlambatan pertumbuhan ekonomi. Dari segi Pendapatan Negara, tahun 2015 ke 2015 Perubahan turun 1,78%, dari tahun 2016 ke 2016 Perubahan juga turun 1,99%, bahkan dari APBN 2016 ke APBN 2017, pendapatan Negara turun sebanyak 3,96%. Alokasi Belanja Negara juga menunjukkan kecenderungan yang hampir sama. Dari APBN 2015 ke APBN Perubahan 2015 turun sebesar 2,71%, dari APBN 2016 ke APBN Prubahan 2016 turun sebesar 0,61%, dan dari APBN 2016 ke APBN 2017 turun 0,73%.
2) Perbandingan APBN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) kurang dari 20 persen, bahkan terus berkurang. APBN 2015 hanya 18,33%, turun menjadi 16,49% dalam APBN 2016, dan turun lagi menjadi 15,19% dalam APBN 2017. Artinya, negara memerlukan peran swasta atau peran investasi untuk menciptakan nilai tambah bagi perekonomian nasional. Negara harus bekerjasama dengan sektor non negara untuk menggerakkan lebih dari 80 persen perekonomian nasional yang tidak bisa difasilitasi oleh Negara.
3) Pendapatan Negara sebagian besar berasal dari Pajak, terus bertambah hampir mencapai 90 persen. Artinya, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berasal dari intervensi negara sangat bergantung kepada pendapatan dari pajak. Bila pajak tidak mencapai target, maka maknanya peluang pembangunan semakin mengecil. Ketergantungan terhadap pajak melonjak terutama sejak APBNP 2015, dari 76,94% dalam APBN 2015 menjadi 84,54% dalam APBNP 2015. Persentase tersebut naik turun sekitar 1 persen dalam APBN 2016, APBNP 2016, dan APBN 2017.
4) Perhatian terhadap ketenagakerjaan terutama disalurkan melalui Kementerian Ketenagakerjaan. Namun, anggaran kementerian ini sangat kecil dan terus mengalami penurunan alokasi. Pada tahun 2015, Kementerian Ketenagakerjaan mendapatkan alokasi sebesar 5,25 triliun rupiah (0,26% dari APBN 2015), turun menjadi 3,8 triliun rupiah (0,18% dari APBN 2016), dan turun lagi menjadi 3,46 triliun rupiah (0,17% dari APBN 2017). Anggaran tersebut untuk memenuhi berbagai kebutuhan kenagakerjaan di Indonesia. Ada 8-10 program utama yang menjadi prioritas Kementerian Ketenagakerjaan.
5) Penganggaran Kementerian Ketenagakerjaan belum menunjukkan adanya prioritas program sebagai cara intervensi Negara (kementerian) terhadap problem ketenagakerjaan, termasuk kebutuhan meningkatkan kompetensi tenaga kerja. Nomenklatur masih sangat umum dan tidak mencerminkan problem ketenagakerjaan dan program (beserta dana) untuk menjawab masalah tersebut.
6) Anggaran untuk Ketenagakerjaan jauh di bawah anggaran untuk pencapaian akses pendidikan formal. Seperti pada tahun 2015, anggaran pendidikan adalah sebesar 409,131 triliun rupiah. Anggaran tersebut dialokasikan untuk Dana Transfer Daerah, Kementerian Pendidikan, Kementerian Agama, Kementerian Ristek dan Dikti, dan beberapa kementerian/lembaga lainnya. Khusus untuk kementerian/lembaga lainnya adalah sebesar 8,48 triliun rupiah. Bila dikurangkan dengan alokasi untuk kementerian/lembaga lainnya, maka ada dana sebanyak kurang lebih 400,651 triliun rupiah yang dialokasikan untuk pencapaian akses pendidikan dari tingkat SD/MI sampai perguruan tinggi.
7) Pada tahun 2015-2019, Kementerian Ketenagakerjaan memiliki 2 agenda besar, yakni: a) Perlindungan hak dan keselamatan pekerja migran; dan b) Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional yang dilakukan melalui peningkatan daya saing tenaga kerja. Dan ada 2 sasaran utama pembangunan ketenagakerjaan, yakni: a) Tingkat pengangguran terbuka diperkirakan antara 4,0 % -- 5,0 % pada tahun 2019; dan b) Memfasilitasi penciptaan kesempatan kerja sebesar 10 juta selama 5 tahun. Tetapi, beberapa sasaran utama pembangunan ketenagakerjaan tersebut tampak diragukan akan tercapai.
8) Rencana Strategis Kementerian Ketenagakerjaan Tahun 2015-2019 memang merencanakan penganggaran kementerian dengan jumlah alokasi yang sangat rendah. Rendahnya alokasi dana yang dirancang oleh Kementerian Ketenagakerjaan menyebabkan langkah kementerian menjadi sangat terbasa. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan belum memiliki cita-cita besar untuk mengatasi berbagai hal yang terkait dengan ketenagakerjaan di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H