Lihat ke Halaman Asli

wahyuhandsome

mahasiswa

Tantangan dan Solusi di Pasar Bebas: Perspektif dari Bonus Demografis

Diperbarui: 18 Desember 2024   18:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


Pasar bebas merupakan suatu fenomena yang harus dicermati dengan seksama. Di era ini, pasar akan menjadi global, dan seolah tanpa batas di mana saja produk berupa barang atau jasa akan mengalir dari suatu tempat ke tempat lain sesuai dengan mekanisme pasar. Saat itu produk dan barang jasa yang bisa memenangi persaingan hanyalah produk dan jasa yang mempunyai nilai tambah yang lebih dibandingkan dengan lainnya. Begitu juga yang berlaku pada sumber daya manusia. Sumber daya manusia dapat bersaing di era pasar bebas nantinya adalah yang profesional, mempunyai spesialisasi dan kompetensi dalam bidangnya masing-masing. Di Indonesia akan memasuki fase bonus demografi antara tahun 2030 hingga 2040, di mana proposisi penduduk usia produktif (15-64) akan meningkat signifikan. Hal ini membawa tantangan dan peluang yang perlu dikelola dengan baik dan maksimalkan potensi ekonomi negara. Dan berikut ini adalah tantangan utama yang dihadapi serta solusi yang dapat diterapkan.


•Tantangan
Banyak tantangan yang akan dihadapi di era pasar bebas atau global, baik tantangan dalam negeri maupun luar negeri. Berikut tantangan bebas yang di dalam negeri dan luar negeri:


-Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM):
Kualitas pendidikan dan keterampilan SDM menjadi sangat krusial. Banyak lulusan pendidikan menengah dan perguruan tinggi yang kesulitan mendapatkan pekerjaan karena ketidakcocokan antara keterampilan yang dimiliki dan kebutuhan pasar kerja. Hal ini bisa menyebabkan tingkat pengangguran di Indonesia semakin banyak.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, mengatakan generasi muda diharapkan jadi penggerak utama kemajuan bangsa. Pada tahun 2022, populasi usia 16-30 tahun sebanyak 65,8 juta atau 24 persen dari total penduduk. Muhadjir menekankan bonus demografi tidak otomatis didapat melainkan perlu upaya lewat prioritas pembangunan manusia. Itu dimulai dari saat ibu hamil, anak bertumbuh kembang, anak di pendidikan usia dini, hingga di masa pembekalan pendidikan dan vokasi. Selain itu, pada tingkat pendidikan menengah, Muhadjir masih melihat sistem pendidikan belum optimal mencetak karakter yang siap masuk ke dunia kerja. Tamatan SMA bertambah 3 juta orang per tahun tetapi yang melanjutkan ke perguruan tinggi 1,3 juta orang. Itu berarti, 1,7 juta orang lainnya membutuhkan lapangan kerja. Saat ini, dari 156 juta orang yang merupakan angkatan kerja, 7 juta di antaranya menganggur.  Jadi, sistem pendidikan saat ini belum optimal dalam mempersiapkan siswa untuk dunia pekerjaan.

-Pengangguran Terdidik:
Meskipun jumlah angka kerja meningkat, angka pengangguran juga tidak kalah banyak, terutama di kalangan lulusan perguruan tinggi. Setiap tahun, sekitar 1,7 juta lulusan SMA tidak melanjutkan perguruan tinggi dan lebih memilih mencari pekerjaan dan mereka membutuhkan lapangan pekerjaan.
Pengangguran terbuka di kalangan usia muda dan mencapai 5,3 juta jiwa, dengan lulusan perguruan tinggi menjadi salah satu kelompok yang paling terpengaruh, karena mereka lebih memilih bekerja sesuai bidang atau kemampuan yang mereka ambil ketika di perguruan tinggi daripada bekerja seadanya.

-Persaingan Kerja Tinggi:
Dengan adanya perdagangan bebas, Indonesia akan menghadapi persaingan kerja yang sangat ketat. Para pekerja dari luar negeri yang memiliki talenta dan keterampilan lebih tinggi dan itu akan membuat persaingan sulit bagi tenaga kerja lokal. Akibat persaingan ini banyak tenaga kerja lokal yang menganggur,
karena mereka kalah saing dari pekerja luar negeri.


-Kesehatan dan Gizi:
Masalah kesehatan seperti stunting dan kemiskinan saling berhubungan dan dapat menghambat potensi SDM. Stunting dan kemiskinan sangat perlu untuk ditangani. Sekitar 60% keluarga miskin berimpitan dengan stunting, sehingga cara mengatasinya harus sama dengan mengatasi kemiskinan. Penanganan masalah gizi atau stunting harus menjadi prioritas untuk memastikan generasi muda sehat dan produktif.

-Kesesuaian Kemampuan dengan Permintaan perusahaan:
Banyak pelamar yang kesulitan mencari kerja karena kemampuan mereka tidak sesuai dengan permintaan perusahaan. Syarat kerja yang tinggi dan kurangnya peluang kerja juga menjadi hambatan. Hal ini juga sangat berpengaruh, karena kebanyakan orang Indonesia ketika tamat sekolah menengah lebih memilih langsung mencari kerja daripada melanjutkan ke perguruan tinggi.

-Penempatan Pekerja Migran:
Bonus demografi yang akan dihadapi Indonesia menjadi potensi dan tantangan bagi pemangku kepentingan sektor pekerja migran . Hal itu disampaikan Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) 2024-2029 Said Saleh Alwani. Namun saat ini baru sekitar 4,5 juta pekerja migran terdaftar, jauh lebih rendah dibandingkan Filipina yang memiliki 10 juta pekerja migran. Ini menunjukkan bahwa ada peluang besar yang belum dimanfaatkan.

•Solusi

Dari berbagai tantangan yang ada di atas, tentu ada solusi yang bisa membantu permasalahan tersebut. Berikut solusi-solusi yang dapat membantu masalah dari tantangan yang ada di atas:

-Peningkatan Kualitas Pendidikan:
Reformasi atau perubahan kualitas pendidikan untuk meningkatkan relevansi kurikulum dengan kebutuhan industri sangat penting. Pengembangan program vokasi dan pelatihan keterampilan harus ditingkatkan dan diperhatikan untuk menciptakan lulusan yang siap kerja dan memiliki daya saing yang tinggi.  Investasi dalam pendidikan harus diarahkan untuk menciptakan lulusan yang siap pakai atau kerja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline