Lihat ke Halaman Asli

Moh Wahyu Syafiul Mubarok

Part time writer, full time dreamer

Pandemi dan Anosmia Hati

Diperbarui: 23 September 2021   11:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang pedagang menarik gerobaknya dengan latar belakang mural imbauan 'Pandemi Belum Usai di Jakarta, Minggu (18/7/2021). (ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT via kompas.com)

Menarik bila kita menyoroti salah satu satire yang muncul di Catatan Najwa. Sang presenter kenamaan tanah air, Najwa Shihab, menyebut para pejabat sedang didera gejala anosmia di tengah pandemi. 

Secara tersurat, anosmia adalah salah satu gejala covid-19 yang sering dialami pasien, yakni hilang rasa. Mereka tidak lagi mampu mengecap rasa dan mencium aroma. Namun, dalam konteks pejabat, anosmia yang dimaksud adalah ketiadaan rasa untuk peduli, rasa untuk bersimpati, bahkan berempati.

Media arus utama tidak kehabisan stok kabar untuk mengungkap gejala anosmia pejabat. Mulai dari menggelar hajatan di tengah pembatasan, penolakan kewajiban karantina pasca kunjungan kerja, sampai sibuk mengomentari sinetron televisi. 

Hal ini memunculkan riak pesan tak terbantahkan ke publik, betapa sense of crisis pejabat kita begitu miris. 

Sehingga benar apa yang diutarakan oleh F Budi Hardiman (2020) dalam tulisannya Pandemi Covid: Penyingkapan Eksistensial. Begitu menginfeksi tubuh manusia, virus covid-19 juga merambat ke dunia sosial dan mengubah perilaku manusia. 

Organisme ini turut menginfeksi "realitas" sosiologis, psikologis, hingga teologis. Terjadi sedimentasi sosial yang mengubah praktik hidup manusia menjadi tak lagi peduli.

Di tengah nihilnya sensitivitas pejabat, masyarakat akar rumput nyatanya masih membentang kepedulian antar sesama. Hal ini seolah menjustifikasi bahwa rakyat adalah episentrum demokrasi, yang sejatinya penguasa harus belajar darinya. 

Walaupun nyala api ekonomi tertutup kabut tebal resesi, manusia Indonesia tetap menyandang selendang warga negara paling dermawan tahun 2021.

Hal ini mengacu kepada Laporan World Giving Index (WGI) 2021 yang dirilis Charities Aid Foundation (CAF) bulan Juni kemarin. Skor Indonesia menyentuh angka 69 persen, naik signifikan dari skor 59 persen pada WGI 2018 sebelum pandemi, yang saat itu masyarakat kita juga menjadi manusia paling dermawan di muka bumi.

Anomali kondisi yang terjadi antara pejabat dan rakyat tersebut mungkin menjadi salah satu efek samping dari hukum sintesa. Sebuah hukum dasar cara menguasai alam semesta Indonesia. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline