Lihat ke Halaman Asli

Suap Atau Pemberian

Diperbarui: 30 Juni 2016   22:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

(Kajian Praksis Terhadap Praktek Suap Dalam Konteks Gerejawi)

  1. Pendahuluan

Belakangan ini kasus korupsi yang paling marak dan banyak menjadi sorotan adalah mengenai suap dan gratifikasi. Banyak media memberitakan mengenai pejabat baik ditingkat pusat maupun daerah dan aparat penegak hokum terlibat dalam perkara suap. Kecenderungan memberikan sesuatu sebagai wujud penghormatan memang sudah berakar kuat pada budaya Indonesia, yang menjadi masalah ialah bahwa suap dan gratifikasi di Indonesia sudah memiliki akar budaya yang demikian dalam.

Manusia cenderung berambisi hidup dengan kemewahan, kehormatan dan jenuh dengan kemiskinan dan penderitaan. Sebagian orang walau sudah bekerja bermandikan keringat namun hasil yang didapat hanya sedikit saja. Bergerak dari keadaan yang demikian sebagian ingin mencoba memperbaiki kedudukan dan ekonominya secepat mungkin dengan usaha dan pengorbanan yang seminim mungkin juga. Secara logika hal itu tentu tidak mungkin. Namun karena sudah terpatri di dalam pikirannya maka manusia yang tergolong dalam tipe di atas jadi terjerumus ke dalam perangkap setan dengan melakukan apapun yang dapat dia lakukan tanpa mempertimbangkan apakah tindakan itu menyalahi prinsip-prinsip moralitas, etika ataupun prinsip kebenaran Firman Allah, dan merugikan orang lain. Berbagai cara yang harampun mulai menjamur di dalam pikiran mereka dan salah satu di antaranya adalah dengan memberikan suap.

Memberi suap sepertinya tidak menjadi rahasia lagi, begitu memasyarakatnya aksi tersebut sehingga orang yang memberikan dan menerima suap itu tidak merasa bersalah lagi bahkan dikatakan saling tolong-menolong. Mengapa Allah membenci suap? Dalam mengatur kehidupan dan tanggung jawab sosial orang Israel, masalah suap juga ditulis menjadi sebuah peraturan. Pada zaman Musa, praktik suap sudah terjadi dan dilarang Allah. Suap adalah uang yang diberikan di luar aturan resmi untuk mencapai tujuan tertentu. Allah jelas menyatakan bahwa suap berbahaya karena "membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar" (23:8). Suap merupakan praktik ketidakadilan karena ada orang yang diuntungkan secara tidak benar dan di dalamnya sering terjadi penipuan dan dusta. Penerima suap memperkaya diri sendiri dengan mengabaikan keadilan dan hukum. Pemberi suap juga mementingkan diri sendiri dan melanggar hukum. Allah melarang praktik suap karena dosa suap akan membuat umat Allah tidak hidup dalam kekudusan. Allah melarang suap dalam kehidupan sosial orang Israel untuk membangun kehidupan bersama yang adil dan rukun serta untuk menerapkan peraturan-peraturan yang ditetapkan Allah sendiri. Melakukan penyuapan berarti melanggar perintah Allah. Dalam zaman modern ini, banyak orang menempuh jalan pintas orang dengan mempraktikkan suap. Hakim menerima suap dengan memenangkan orang yang bersalah, pengusaha memberi suap supaya usahanya lancar, dan masih banyak praktik suap yang lain (Yesaya 1:23; 5:23). Kita dipanggil untuk berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allah (Mikha 6:8).

Bagaimana menyelesaikan suap yang begitu merajalela di Indonesia?. Tidak mudah berbicara soal suap, karena sepertinya korupsi, uang pelicin, suap sudah merupakan “budaya” Indonesia. Tetapi benarkah demikian? Bagaimanakah kita mengatasinya?. Bernard T. Adeney di dalam bukunya memberikan suatu saran bahwa suap (bribes) adalah dosa dan salah, namun kita bisa melakukan pemberian. Pemberian (gifts) itu harus bersifat tulus dan tidak membelokkan kebenaran, serta tidak mendominasi, tidak mengontrol, dan tidak membelokkan hukum (Amsal 17:23). Dalam Alkitab kita dapat menemukan ayat-ayat yang membahas akan suap yaitu: (Kel. 23:8) Suap janganlah kauterima, sebab suap membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang-orang yangbenar. (Ul. 10:17) Sebab TUHAN, Allahmulah Allah segala allah dan Tuhan segala tuhan, Allah yang besar, kuat dan dahsyat, yang tidak memandang bulu ataupun menerima suap; (Ul. 16:19) Janganlah memutarbalikkan keadilan, janganlah memandang bulu dan janganlah menerima suap, sebab suap membuat buta mata orang-orang bijaksana dan memutarbalikkan perkataan orang-orang yang benar. (Ams. 15:27) Siapa loba akan keuntungan gelap, mengacaukan rumah tangganya, tetapi siapa membenci suap akan hidup. (Pkh. 7:7) Sungguh, pemerasan membodohkan orang berhikmat, dan uang suap merusakkan hati. (Yeh. 22:12) Padamu orang menerima suap untuk mencurahkan darah, engkau memungut bunga uang atau mengambil riba dan merugikan sesamamu dengan pemerasan, tetapi Aku kaulupakan, demikianlah firman Tuhan ALLAH. (Am. 5:12) Sebab Aku tahu, bahwa perbuatanmu yang jahat banyak dan dosamu berjumlah besar, hai kamu yang menjadikan orang benar terjepit, yang menerima uang suap dan yang mengesampingkan orang miskin di pintu gerbang. (Mi. 3:11) Para kepalanya memutuskan hukum karena suap, dan para imamnya memberi pengajaran karena bayaran, para nabinya menenung karena uang, ...

  1. Etimologi

Kata suap-menyuap pada hari-hari ini ini begitu akrab di telinga dikarenakan seringnya media massa menukilnya, sampai-sampai kata suap-menyuap lebih sering digunakan melebihi makna yang sebenarnya, suap makna sebenarnya adalah memasukkan makanan dengan tangan ke dalam mulut (Kamus Besar bahasa Indonesia). Maka pada hari-hari ini, apabila seseorang mendengar kata suap, bukanlah yang tergambar di benaknya sesuatu yang terkait tangan, mulut dan makanan tapi yang langsung terbayang adalah korupsi, sidang dan KPK.

Suap sendiri dalam makna yang kedua ini tidak ditemukan di dalam kamus bahasa Indonesia, yang ditemukan adalah yang sepadan dengannya yaitu sogok yang diartikan sebagai : ”dana yang sangat besar yang digunakan untuk menyogok para petugas” Sungguh pengertian yang kurang sempurna, karena apabila pengertiannya seperti ini maka tentunya dana-dana kecil tidak termasuk sebagai kategori sogok atau suap.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi II, Tahun 1991, tidak dapat ditemukan defenisi kata ini, tetapi kita dapat menemukan sinonimnya yaitu sogok yang defenisinya adalah dana yang sangat besar yang digunakan untuk menyogok para petugas. Kadang timbul dalam pemikiran saya, mungkinkah karena tidak ada defenisi kata “suap” di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sehingga sebagian besar masyarakat Indonesia melakukan hal ini dan para pelakunya tidak merasa bersalah?

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Inggris (Webster) halaman 120, yang saya gabungkan dengan Buku Ensiklopedi Dunia halaman 487, menyatakan bahwa Suap (Bribe) adalah suatu tindakan dengan memberikan sejumlah uang atau barang atau perjanjian khusus kepada seseorang yang mempunyai otoritas atau yang dipercaya, contoh, para pejabat, dan membujuknya untuk merubah otoritasnya demi keuntungan orang yang memberikan uang atau barang atau perjanjian lainnya sebagai kompensasi sesuatu yang dia inginkan untuk menutupi tuntutan lainnya yang masih kurang. Berdasarkan defenisi di atas jelaslah bahwa suatu tindakan baru dikatagorikan suap apabila:

(1) Seseorang itu menawarkan sejumlah uang, barang dan lain-lain karena ingin mendapatkan sesuatu padahal persyaratannya kurang;

(2) Seseorang yang menawarkan sejumlah uang, barang dan lain-lain karena ingin mendapatkan sesuatu padahal dia tidak layak (tidak memenuhi syarat) untuk mendapatkan hal itu. Tetapi hal yang ketiga ini memang tidak tertera di dalam defenisi di atas namun termasuk juga suap

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline