Lihat ke Halaman Asli

WAHYU SEJATI

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta

Satu Etnis Beda Kultur, Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Yogyakarta dan Jawa Timur

Diperbarui: 29 Maret 2023   15:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

source: jogjaprov.bkbp.id

Berbicara soal komunikasi, tentunya setiap manusia secara individu maupun secara berkelompok, memiliki caranya masing-masing dalam menyampaikan tujuan maupun cara berkomunikasinya. Perbedaan cara komunikasi dari setiap individu didasarkan pada kultur dan kebiasaan dari setiap individunya. Tidak heran, terdapat banyak perbedaan daripada cara berkomunikasi tiap masyarakat (heterogenitas) sosial.

Komunikasi yang terus berkembang tentunya melahirkan cara-cara baru yang dipergunakan tidak hanya dalam satu kultur masyarakat tertentu saja, akan tetapi menjadi lebih general. Perkembangan komunikasi ini kemudian melahirkan sebuah istilah baru dalam menganalisa peran komunikasi dalam suatu kelompok masyarakat, yaitu komunikasi  lintas budaya. Komunikasi lintas budaya dapat kita artikan sebagai proses komunikasi yang dilakukan oleh dua kebudayaan atau lebih sehingga bisa saling memahami dan mengetahui apa yang dibicarakan.

Apabila lebih dalam kita menelaah perihal komunikasi lintas budaya ini, tentunya tidak lepas dari beberapa unsur penopang kebudayaan itu sendiri seperti keterkaitan suku sebagai representasi dari kelompok masyarakat dan kebiasaan di dalamnya. Kemudian jika kita berbicara tentang suku ataupun etnis, mungkin terdapat salah satu suku yang cukup familiar di Indonesia salah satunya suku Jawa. Seperti yang kita ketahui, suku jawa merupakan salah satu suku yang penyebarannya paling cepat di Indonesia.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2010 lalu didapat data mengenai total keseluruhan etnis di Indonesia, di mana etnis Jawa menempati peringkat pertama dengan jumlah 83,86 juta jiwa atau sebesar 41,71% dari total etnis yang ada di Indonesia. Berdasarkan data sensus penduduk pada tahuun 2010 saja, keberadaan Suku Jawa tersebar di 33 provinsi, dengan kisaran antara 35 ribu jiwa (Gorontalo) sampai 31,56 juta (Jawa Tengah). Dengan urutan paling banyak berturut-turut Provinsi Jawa Tengah (31,56 juta), Jawa Timur (30,03 juta), Jawa Barat (5,71 juta), Lampung (4,86 juta), Sumatera Utara (4,32 juta), DKI Jakarta (3,45 juta), DI Yogyakarta (3,33 juta), Sumatera Selatan (2,04 juta), Banten (1,66 juta), Riau (1,61 juta), dan Kalimantan Timur (1,07 juta).

Berdasarkan hasil statistik diatas dapat dilihat bahwa Suku Jawa merupakan salah satu suku yang memiliki banyak daerah persebaran yang terluas. Tentu saja ini menjadikan suku jawa menjadi suku yang kaya akan budaya perpaduan, utamanya dari suku-suku di daerah lain yang mereka diami. Tetapi kekayaan kultur ini juga memiliki potensi konflik yang sangat besar.

Dari sekian banyak presentase yang meliputi masyarakat suku jawa, didalamnya masih terdapat lagi beberapa perbedaan utamanya dalam hal kultur yang terdapat pada wilayah barat, tengah, dan timur. Mungkin dapat kita ambil contoh wilayah tengah di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan wilayah timur di Jawa Timur, kedua daerah ini masih tergabung dalam gugusan suku jawa. Akan tetapi, keduanya memiliki perbedaan dari segi pola tutur bahasa, kebiasaan, kesenian kebudayaan, dan kultur mendasar lainnya.

Masyarakat jawa timur sendiri sebagian besar berasal dari subkultur arek yang tersebar disekitar surabaya dan wilayah pesisir utara jawa. Kemudian subkultur osing yang tersebar di banyuwangi dan sekitaran jember serta masyarakat tengger. Gabungan subkultur ini memiliki sifat yang sama yaitu horizontal-egaliter yang bermakna kesejajaran yang tidak ada perbedaan dan sama satu dengan yang lain. Masyarakat tersebut tentunya memahami perihal realitas sosial yang tidak dipandang secara hierarkis.

Orientasi nilai budaya dari subkultur ini diantaranya tampak pada penggunaan bahasa masyarakat dari subkultur arek, pendalungan dan osing. Masyarakat dalam subkultur ini tidak mengenal tingkat tutur yang mengacu pada aspek stratifikasi sosial yang hierarkis tetapi hanya memahami pola kesantunan bahasa pada konteks tertentu saja. Mereka juga tidak terikat dengan hierarki status sosial dan tidak terikat tata krama dan sopan santun yang terpola secara hierarkis, dimana semua pihak diperlakukan sama.

Sedangkan masyarakat yogyakarta dapat kita lihat bersama dari karakteristik masyarakat Yogyakarta mempunyai beberapa karakteristik yang membedakan dengan masyarakat dari daerah lain, terutama karena sangat diwarnai kehidupan berbudaya yang melekat dalam perkembangan sosial masyarakat. Di antara karakteristik sosial dari masyarakat Yogya yang menonjol adalah sikap toleransi yang tinggi, menjunjung nilai-nilai budaya, norma-norma sosial serta moral .

Dari kedua kultur tersebut, tentunya komunikasi lintas budaya berpotensi memunculkan fenomena maupun permasalahan yang dialami oleh pelaku komunikasi yang saling memiliki perbedaan latar belakang budaya. Perbedaan baik secara presepsi, pola perilaku keseharian, dan lain sebagainya tentunya berpotensi menimbulkan permasalahan dalam komunikasi antar budaya. Presepsi juga dipergunakan dalam mengungkapkan bagaimana tentang kejadian yang dialami dalam komunikasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline