Lihat ke Halaman Asli

WAHYU SEJATI

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta

Referendum Rusia atas Ukraina, Lalu Bagaimana Politik Luar Negeri Indonesia Menyikapinya?

Diperbarui: 8 Oktober 2022   18:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

source : gontornews.com

Baru baru ini, Pemerintahan pro Rusia yang menduduki empat wilayah di zona ukraina telah sepakat menggelar referendum beberapa waktu lalu. Referendum tersebut diselenggarakan di Zaporizhzhia, Donetsk, Kherson, dan Luhansk.

Yang dimana dilaksanakan dengan guna menentukan penggabungan wilayah-wilayah baru tersebut dengan Rusia. Dan hasil dari Referendum ini meliputi wilayah Kherson Ukraina Selatan sebanyak 87,05 persen,  di wilayah Luhansk Ukraina Timur 98,42 persen, lalu di Donetsk Ukraina Timur sejumlah 99,23 persen, dan di wilayah Zaporizhzhia selatan mengatakan 93,11 persen. Keseluruhan presentase ini memutuskan memilih aneksasi Rusia

Pada hari Jumat, 30 September 2022 kemarin, Presiden Rusia Vladimir Putin telah mengumumkan upaya penggabungan empat wilayah ukraina. Ikrar yang disampaikan Presiden Putin mengenai rencana penggabungan itu dilaksanakan setelah pihak Federasi Rusia menggelar pemungutan suara secara sepihak pada daerah-daerah di Ukraina. 

Pemungutan suara ini disebut sebagai referendum, yang tentu saja menuai kecaman dan respon negatif dari negara negara barat. Hal ini dinilai melanggar hukum internasional dan bersifat represif.

Amerika Serikat, Uni-Eropa hingga Perserikatan Bangsa-Bangsa juga mengecam hal ini. Deklarasi sepihak yang dilakukan oleh Vladimir Putin dinilai Ilegal dan pihak sekutu menegaskan tidak mengakui pencaplokan empat wilayah Ukraina tersebut. Akan tetapi, DK PBB tidak memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam mengecam hal ini dikarenakan terbatasi oleh hak Veto Moscow.

Vladimir Zelensky juga memberikan pernyataan bawasannya Ukraina telah mengajukan permohonan untuk bergabung dengan Aliansi NATO secepatnya. Ia juga mengatakan tidak akan ada pembicaraan damai maupun negosiasi lagi atas hal ini, mengingat tindakan Rusia dinilai telah melewati batas.

Pihak Federasi Rusia akhirnya angkat bicara dalam menanggapi respon ini. Setelah putusan referendum yang terlaksana pada akhir September 2022 lalu, Pejabat proRusia di empat wilayah tersebut mengklaim bahwa 90 persen lebih penduduknya setuju untuk bergabung dengan Rusia.

Dilansir dari Deutsche Welle (DW), Vladimir Putin mengatakan "Saya ingin mengumumkan ini kepada Kyiv dan Negara Barat, bahwa warga yang tinggal di Zaporizhzia, Kheron, Luhansk dan Donetsk sekarang menjadi warga kami selamanya,".  Vladimir Putin juga mendorong Ukraina agar segera melakukan dialog penyelesaian. Akan tetapi disisi lain, Putin enggan untuk menyerahkan kendali kekuasaan atas empat wilayah yang dicaplok tadi ke Ukraina kembali.

Kemudian bagaimana respon Indonesia??

Dalam sejarah perkembangannya, Indonesia menggunakan prinsip politik luar negeri bebas aktif dalam hubungan antarnegara. Prinsip ini diperkenalkan oleh Moh.Hatta dalam pidato nya pada 2 September 1948. Pidato ini tak lain merupakan respon atas konflik yang terjadi antara blok barat dan timur (USA-UniSoviet) pasca perang dunia II. Oleh Moh.Hatta kata "bebas" didefinisikan sebagai sikap netral dari Indonesia yang dimana tidak memihak salah satu pihak. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline