Kesehatan mental disoroti dengan serius satu dekade terakhir.
Dulu, orang-orang tak peduli soal mental, seenaknya saja mencaci, membully, hingga melakukan tindakan di luar nalar. Semuanya bermuara kepada mental seseorang.
Kami dulu semasa sekolah sempat mendapatkan pendidikan bersama militer. Selama tiga hari ditempa di Detasemen Zeni Tempur. Katanya, belajar di sana untuk membentuk mental dan karakter.
Pertama datang ke sana, disambut ledakan bom, berondongan peluru dan teriakan para instruktur yang garang.
Alhasil, semua siswa ketakutan. Tapi ketakutan itu tidak membawa arti apapun. Semakin takut tidak mengubah keadaan. Pelatih tetap pelatih, walaupun dia manusia, dia juga seorang tentara, pasti masih punya hasrat untuk membentak.
Makanya para tentara itu punya mental kuat. Sehari-harinya penuh dengan hal-hal keras, tegas, disiplin tinggi dan komitmen.
Semuanya berguna untuk mengarungi kehidupan yang carut marut, penuh ketidakadilan dan perkara yang menyedihkan.
Kalau mental seseorang layaknya tapai, alias lembek dan mudah diinjak, habislah kehidupan ini.
Semakin maju sebuah zaman, semakin keras pula kehidupan di dalamnya.
Pasca kemerdekaan saja negara ini menghadapi pengkhianat, apalagi di masa sekarang, semua orang menghadapi musuh di dalam selimut.