Manusia: Akal dan Iman
Sebagai makhluk sempurna, seringkali imajinasi manusia melebihi batas akal normalnya. Misalnya, ada yang berupaya membangun lift ke bulan, atau menduplikat matahari.
Tidak aneh memang, bahkan ke depan, jika ada konsep baru yang muncul lebih tidak masuk akal, kita sudah siap menerima. Hidup penuh dengan ketidakrasionalan.
Akal yang hebat itu memanifestasi tabiat manusia seutuhnya. Dalam keadaan terdesak, manusia bisa mengeluarkan jurus pamungkas, walaupun ia tak pernah belajar dan tak pernah tahu.
Kehebatan akal manusia sangat luar biasa, melampaui bentangan samudera atau luasnya daratan Asia.
Tetapi akal tidak selamanya baik. Bahkan terkadang akal menjerumuskan manusia dalam lembah kehancuran. Manusia yang memperturutkan akal budinya tanpa filterisasi batiniyah, akan menemui kebuntuan, sebagaimana rel kereta yang panjang, pasti ada titik akhirnya.
Sedangkan iman menjadi alat untuk menunjukkan arah kebaikan dan kebenaran. Akal tanpa iman layaknya kertas di atas air. Seberapa tebal dan berkualitasnya, tetap saja akan menyerap dan tenggelam.
Ada hal yang harus dijawab dengan akal. Tetapi pastikan, akal tidak menggerogoti nilai-nilai keimanan.
Akal adalah manifestasi kesempurnaan manusia, sementara iman menjadi diferensiasi yang jelas dan identitas yang nyata.
Tegakkan iman, tajamkan akal. Kombonasi keduanya akan melahirkan peradaban yang spektakuler, luar biasa dan melampaui keterbatasan hakikat makhluk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H