Lihat ke Halaman Asli

Ega Wahyu P

Pendidik

Berdamai dengan Masalah

Diperbarui: 14 Mei 2022   11:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Berdamai dengan Masalah

Banyak orang merasa bahwa masalah adalah azab, yang menghancurkan segala impian dan cita-cita mulia. Katanya, masalah itu sebuah petaka, yang datang karena diundang, atau hadir sebab adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan.

Di dunia mahasiswa, masalah adalah kebahagiaan. Mereka yang berhasil mendapatkan masalah, akan merasa lebih senang. Masalah yang didapat, akan membuka satu jalan sukses. Walaupun terkadang banyak yang memaksakan sebuah topik menjadi permasalahan akut dan wajib diangkat sebagai masalah penelitian.

Di dunia pekerja, masalah menjadi pengasah skill. Seorang operator akan meningkat skillnya jika komputer dan jaringan bermasalah. Rusak, misalnya. Bukankah dia harus bekerja dan belajar untuk dapat menyelesaikannya?

Setiap manusia punya respon yang berbeda-beda terhadap masalah yang menimpa hidupnya. Bahkan manusia pun memiliki perbedaan dalam memaknai sebuah masalah. Sebagaimana yang telah digambarkan, masalah antara satu orang dengan orang lain berbeda konsepnya.

Kalau sudah begitu, maka dalam menyikapi suatu masalah tentu juga akan berbeda-beda. Sebab manusia berbeda konsep dalam memaknai masalah.

Seorang pejabat tentu tidak menjadikan ekonomi sebagai masalah hidup, karena ia telah mapan dan berkecukupan. Tapi bagi seorang pejuang kampung yang mengais rezeki di jalan-jalan panjang, boleh jadi mempermasalahkan ekonominya.

Dari sisi makna saja sudah berbeda, apalagi solusi. Sehingga duduk bersama dengan segelas kopi adalah cara terbaik untuk dapat menyatukan persepsi dan memformulasikan sosuli dari permasalahan bangsa.

Masalah terbesar itu bukan yang terlihat besar. Ekonomi rendah, kesehatan terganggu, pendidikan terbengkalai, atau apapun itu, sebenarnya merupakan bagian dari masalah besar tadi.

Masalah itu besar ketika hati tidak mampu merespon masalah dengan baik. Sehingga problemnya terletak pada cara menyikapi masalah, bukan besar atau kecilnya masalah.

Perlu keluasan hati dan pengalaman hidup mumpuni untuk mampu mengontrol sosial batin. Tapi bukan berarti orang yang berada dipinggir kali tidak mampu berspekulasi lebih terhadap masalah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline