Lihat ke Halaman Asli

Wahyu OloanPanjaitan

Aeronautical Communication Officer

Ancaman Konflik di Laut China Selatan terhadap Kedaulatan Indonesia

Diperbarui: 22 Maret 2024   19:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://asiatoday.id/read/indonesia-memilih-netral-dalam-konflik-di-laut-china-selatan

Kedaulatan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia tidak hanya berbicara tentang sebuah wilayah, tetapi juga sebuah jaminan atas keberlangsungan negara dan kesejahteraan rakyatnya. Beberapa tahun terakhir ini, kedaulatan Indonesia sedang menghadapi tantangan yang semakin kompleks, salah satunya mengenai konflik di Laut China Selatan. Konflik ini tidak hanya menimbulkan ketegangan di tingkat regional, tetapi juga memiliki potensi besar untuk mengancam kedaulatan Indonesia secara langsung. Oleh sebab itu, menjaga kedaulatan Indonesia dalam tantangan konflik ini adalah suatu keharusan yang tidak boleh ditunda atau diabaikan.

Secara historis, salah satu peristiwa pemicu utama eskalasi konflik ini yaitu pada tahun 1947 dimana Tiongkok mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan dengan garis semu yang dikenal sebagai 'nine dash line' atau sembilan garis putus-putus. Klaim ini langsung mendapat kecaman dari negara-negara yang berbatasan langsung dengan wilayah laut tersebut seperti Filipina, Vietnam, Malaysia dan Brunei Darussalam, karena klaim tersebut menjadi tumpang tindih di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif mereka. Kawasan ini sangat logis menjadi rebutan, bagaimana tidak, keberadaan kawasan ini membawa implikasi ekonomi yang sangat besar, mulai dari perdagangan dunia hingga kekayaan sumber daya alam seperti minyak, gas dan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi membuat laut ini kaya akan kebutuhan bagi keberlangsungan dan kesejahteraan suatu negara.

Ancaman langsung yang dirasakan indonesia adalah klaim Tiongkok tersebut melintasi wilayah perairan di Kepulauan Natuna. Bahkan pada tahun 2023 yang lalu pemerintah Tiongkok merilis peta baru yang sebelumnya adalah 'nine dash line' kini menjadi 'ten dash line' atau dari sembilan garis putus-putus telah diperluas menjadi sepuluh garis putus-putus. Tiongkok menunjukkan keseriusan mereka terhadap klaim sepihak ini dengan secara aktif membangun pulau buatan dan instalasi militer di sana. Hal ini tidak hanya melanggar Hukum Internasional, tetapi juga menempatkan Indonesia dalam posisi yang rentan terhadap tekanan dan ancaman militer.

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah meningkatkan kekuatan militer dan keamanannya di wilayah Natuna sebagai respons terhadap klaim Tiongkok yang semakin agresif. Langkah-langkah ini meliputi peningkatan patroli angkatan laut dan udara, peningkatan personel militer di wilayah Natuna, dan peningkatan kerjasama dengan negara-negara mitra seperti Amerika Serikat, Australia, dan Jepang. Namun, lebih dari sekadar respons militer, penting bagi Indonesia untuk memperkuat diplomasi regional dan membangun koalisi dengan negara-negara ASEAN dan mitra strategis lainnya untuk menegakkan kedaulatan dan keamanan di Laut China Selatan.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Republik Indonesia, Hadi Tjahjanto, menyampaikan bahwa peran Indonesia sangat jelas yaitu tetap pada posisi berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, alinea keempat, yaitu ikut melaksanakan perdamaian dunia. Beliau menyampaikan dengan tegas bahwa Indonesia tidak akan gegabah, melainkan akan mengambil langkah-langkah diplomatis untuk dapat mengubah Laut China Selatan menjadi 'sea of peace' bagi seluruh negara yang terlibat langsung mapun tidak langsung di wilayah tersebut.

Meskipun mempertahankan kedaulatan adalah prioritas yang tidak bisa di tawar, namun upaya untuk mencapai solusi damai dan multilateral harus tetap menjadi prioritas sebagai sikap yang positif dan bernilai luhur. Indonesia dapat memainkan peran penting dalam memfasilitasi dialog antara negara-negara yang terlibat dalam konflik ini serta mendorong mereka menuju titik temu yang berlandaskan hukum. Sekali lagi, Indonesia harus tetap pada sikap yang jelas untuk mendorong negara-negara yang terlibat konflik untuk sampai kepada titik temu yang berlandaskan hukum.

Yang tidak kalah penting dalam menjaga kedaulatan Indonesia ialah peningkatan sumber daya masyarakat terkhusus di wilayah Natuna, seperti para nelayan dan penjaga pantai disekitar wilayah tersebut. Sangat menarik dan membuka pikiran ketika Kepala Badan Keamanan Laut Republik Indonesia, Irvansyah, mengemukakan bahwa pemerintah jangan hanya mengedepankan soal militer, karena banyak kapal sipil juga yang secara langsung berkaitan di wilayah sana untuk bertarung hidup memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Hal ini membuka pikiran kita bahwa keberadaan militer disana adalah simbol kekuatan Indonesia, namun para nelayan dan masyarakat disana adalah simbol nafas Indonesia dalam menjaga Kedaulatan Negara atas keberlangsungan hidup bernegara, karena bagaimana pun juga para nelayan disana adalah wajah dari Indonesia itu sendiri yang secara langsung dapat dilihat kualitasnya oleh negara-negara tetangga.

Secara keseluruhan, menjaga kedaulatan Indonesia dalam konteks konflik Laut China Selatan bukanlah tugas yang mudah. Namun, seperti yang diungkapkan oleh Duta Besar Indonesia di Filipina, Agus Widjojo, Indonesia tidak perlu terburu-buru untuk menyelesaikan konflik ini. Beliau juga menekankan nikmati saja negosiasi itu sampai negosiasi itu mencapai hasilnya. Hal tersebut menunjukkan komitmen yang kuat dan berkarakter bagi pemerintah Indonesia dalam Upaya menciptakan perdamaian dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline