Contoh Kasus Hukum dan Analisis dengan Perspektif Filsafat Hukum Positivisme
Pemilu 2024 menjadi salah satu agenda krusial dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Di balik semangat pesta demokrasi ini, kekhawatiran akan dugaan kecurangan selalu menghantui. Berbagai lembaga pengawasan, seperti Bawaslu, disiapkan untuk memastikan pemilu berjalan dengan baik. Namun, di balik semua itu, muncul pertanyaan tentang bagaimana dugaan kecurangan ini harus ditangani, khususnya melalui pendekatan filsafat hukum positivisme.
Penanganan dugaan kecurangan Pemilu 2024 harus berfokus pada penerapan aturan hukum yang sudah ditetapkan secara formal, tanpa mempertimbangkan aspek moralitas atau dampak politis. Penggunaan hak angket oleh DPR, meskipun sah secara hukum, berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan politik tertentu, yang dapat merusak integritas demokrasi. Oleh karena itu, solusi yang paling tepat dan efektif adalah memperkuat lembaga pengawasan pemilu seperti Bawaslu dan menyelesaikan sengketa melalui Mahkamah Konstitusi, sesuai dengan kerangka hukum yang berlaku. Reformasi sistem pemilu yang substansial juga diperlukan untuk memastikan transparansi dan integritas proses pemilu di masa depan. Pendekatan positivisme hukum menekankan pentingnya mematuhi aturan formal yang ada sebagai upaya menjaga stabilitas dan legitimasi demokrasi, meskipun hal ini mungkin tidak selalu mempertimbangkan aspek moral atau dampak sosial-politik yang lebih luas.
Menggali Inti Mazhab Hukum Positivisme
Madzab hukum positivisme merupakan aliran yang menekankan bahwa aturan hukum tertulis adalah sumber otoritas utama dalam suatu negara. Paham ini menganggap hukum sebagai alat untuk menciptakan kepastian hukum, yang harus dipisahkan dari nilai-nilai moral seperti baik atau buruk serta adil atau tidak adil. Dalam pandangan ini, hukum dianggap sebagai perintah yang sah dan berdaulat, yang wajib dipatuhi oleh masyarakat tanpa mempertimbangkan aspek etika. Sehingga positivisme hukum fokus pada hukum sebagai fenomena sosial yang objektif, di mana keabsahan hukum ditentukan oleh cara pembentukan dan pengesahannya oleh pihak berwenang.
Mengkritisi Peran Mazhab Hukum Positivisme dalam Sistem Hukum Indonesia
Sebagai seorang mahasiswa hukum ekonomi syariah mengenai mazhab hukum positivisme dalam konteks hukum di Indonesia. Saya berpendapat bahwa hukum di Indonesia tidak hanya ditentukan oleh aturan tertulis, tetapi juga oleh nilai-nilai sosial, budaya, dan agama, yang membuat hukum positif yang kaku sering kali tidak mencerminkan keadilan yang diharapkan oleh masyarakat. Selain itu, hukum syariah menekankan pentingnya aspek moral dan keadilan, sehingga hukum seharusnya mencerminkan nilai-nilai tersebut. Integrasi antara hukum positif, hukum adat, dan hukum syariah menjadi kunci untuk mencapai harmonisasi hukum yang lebih baik. Hukum yang bersifat dinamis dan mampu beradaptasi sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan zaman, sementara positivisme hukum yang kaku dapat menghambat inovasi. Terakhir, hukum harus berpihak pada kepentingan masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya kepada kepentingan penguasa. Dengan demikian, diperlukan pendekatan hukum yang lebih komprehensif dan integratif agar hukum di Indonesia tidak hanya formal, tetapi juga substantif dan adil.
Daftar Pustaka
Bernard L. Tanya, Ed. All, Teori Hukum (Strategi tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi), (Yogyakarta: Genta Publishing, 2010), hlm 127.
#prodihesfasyauinsaidsurakarta2024 #uinsaidsurakarta2024 #muhammadjulijanto #sosiologihukum