Lihat ke Halaman Asli

Wahyu Nanda Sari

Mahasiswa Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Karno & V. Bullwinkel

Diperbarui: 5 Januari 2023   12:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

KARNO & V.BULLWINKEL 

Oleh Wahyu Nanda Sari

" Bisakah aku bertemu dengan-mu? walaupun hanya sebatas mimpi dengan obrolan teman secangkir kopi. Antara Aku, Mereka, dan Bangsa-mu."

ni persoalan tentang sepucuk surat kecil, singkat, dan sedikit penting bagiku. Pemali membuka jalan untuk pulang ke negeri kesadaran dan menjauhi negeri kelahiran. Jauh dari ujung selatan pulau Bangka hingga ke ujung Baratnya. Lagi-lagi tentang kisah perjalanan yang takkan habis ku bicarakan. Tiga jam sudah arloji lama menunggu, bahkan terlalu lama. Tapi menurutku ini hal yang biasa, baik negeri Barat maupun Selatan sama sahaja (penat).

Gerbang negeri Sejiran Setason untuk pertama kalinya mata memandang, melangkahkan kaki dan menapaki kota tertua di pulau Bangka. (malu) aku jadi orang Bangka, tak pernah tau asal darahku darimana, kapan, dan bagaimana prosesnya. Sejarah panjang yang aku jumpai di salah satu gedung tua kota Muntok -HOOFDBUREAU- seperti itulah ejaan yang terpajang di depannya. Menariknya, didalam gedung tua itu adalah peninggalan barang-barang bersejarah sejak bertahun-tahun silam. 

Tertulis -ANNO 1915- pelengkapnya, bisa disimpulkan gedung itu berdiri pada tahun tersebut. Aku tahu aku belum lahir, bahkan ayahku, ibuku, ataupun kakekku. Entahlah itu sudah sangat lama, lama sekali. Langkah pertama di pintu pembuka, bagaikan alam menyapa dan mengucapkan selamat datang kepadaku. Bersejarah sekali bukan? Aku tersentuh, sungguh. Ukiran khas masa-masa penjajahan dulu. Belum modern tapi tidak kusam, terjaga, terawat, dan akan tetap diabadikan. The heritage city of Muntok  adalah gallery pertama yang ku temukan di papan pembelajaranku hari itu. 

Bukan papan kelas yang dipenuhi dengan spidol dan penghapus yang sewaktu-waktu bisa dihapus dan kemudian ditulis kembali (bukan). Papan ini tertulis sejarah yang sama sekali belum aku ketahui, tidak bisa ditulis ulang, ataupun dihapus dari ingatan. Tulisan-tulisan itu akan tetap permanent dan tidak butuh spidol untuk menggantinya. 

Kau tahu ? Muntok, atau disebut dengan negeri Mo-Ho-Hsin pada abad ke 14-15 masih dinaungi oleh kerajaan Majapahit, bahkan kerajaan ini sudah dua kali mengirim ekspedisinya ke Bangka. Yang pertama dipimpin oleh Gajahmada dan selanjutnya oleh Tumenggung Dinata. Kemudian setelah gallery pertama kubaca, Aku (mulai) bangga jadi orang Bangka, sepenting itukah dulu tanah kelahiranku dimata sejarah.

Papan berikutnya masih berisi tulisan-tulisan penjelas yang menjadi saksi nyata sejarah (Bangka-ku). Abad ke-20 mulai memasuki masa pemerintahan Sukarno-Hatta. Kau tahu bukan ? Bung Karno dan Hatta pernah singgah disini. Tepatnya di Pesanggrahan Menumbing dan Wisma Ranggam Muntok. Nanti akan kuperjelas, aku sudah mengunjungi tempatnya (tunggu saja).

Ruang berliku selanjutnya ialah pengenalan tentang adat  budaya Bangka yakni kain cual yang memang kain khas dan kebudayaan yang aku miliki, (maaf) bukan aku, tapi kamu, kalian, Bangka, bahkan Indonesia yang memilikinya oleh karenanya harus tetap dijaga, dilestarikan, dan dikenalkan dengan masyarakat luar daerah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline