Lihat ke Halaman Asli

Kekerasan terhadap Perempuan Masih Tinggi

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa tahun terakhir, tingkat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan korban perempuan masih cukup tinggi. Komnas perempuan mencatat, tahun 2011 terdapat 216.156 kasus kekerasan perempuan di Indonesia. Angka tersebut 68 kali lebih besar dibanding dengan data 2001 dengan jumlah kasus sekitar 3.169.

Humas Rifka Annisa Jogjakarta Diferentia One mengatakan, fakta terkait kekerasan dalam rumah tangga dengan korban perempuan masih cukup tinggi. Apalagi jika dihubungkan dengan peristiwa pernikahan dini dimana pasangan suami isteri belum sepenuhnya bisa membangun rumah tangga.

“Akibatnya seusai menikah timbul cek- cok, kesalahanpamaham saat berkomunikasi, hingga rendahnya kehormanisan bersama. Pemicunya bisa karena masalah ekonomi, ketidakserasian saat berhubungan, hingga problematika psikoligis yang belum sepenuhnya sempurna (dewasa),” paparnya.

Tia menuturkan, pemicu terjadi KDRT bermacam- macam. Bisa karena masalah ekonomi, kurangnya komunikasi atau keharmoniasan setiap pasangan, tidak adanya ketentraman jiwa antara keduanya, hingga masalah problematika mengurus rumah tangga.

Bahkan jika dilihat dari jenis kekerasannya, bentuk KDRT ini terbagi dalam beberapa kategori. Kekerasan jasmani (fisik), kekerasan mental, hingga penelantaran terhadap isteri dengan tidak dibarengi rasa tanggung jawab.

Berdasarkan data Bappenas tahun 2008, 35 persen dari 2.049.000 perkawinan dilakukan oleh anak- anak. Dalam artian, mereka yang menikah usianya masih dibawah 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk pria.

Sementara itu data dari Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama RI mencatat pada tahun 2011 terdapat 5.751 perkara permohonan dispensasi kawin dengan usia di bawah standart. Begitu halnya dengan tahun 2012, kasus tersebut meningkat menjadi 9.600 perkara.

“Faktor pencetus dari pernikahan dini ini bervariasi. Diantaranya, hamil diluar nikah, keinginan untuk menikah muda, hingga dampak dari tayangan media yang menjurus pada pergaulan bebas,” ujar Tia.

Saat ini Pengadilan Agama Jogjakarta mencatat 90 persen permohonan dispensasi perkawinan disebabkan oleh mereka yang hamil di luar nikah, dengan korban terbanyak adalah pelajar.





BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline