Apa yang terjadi pada diri kita pada hari ini adalah merupakan sebuah akibat dari apa yang kita lakukan pada hari kemarin. Telitilah sebelum berbuat walaupun perbuatan itu atas dasar kasihan dan ingin membantu orang lain. Seperti kisah yang saya alami beberapa hari belakangan ini.
Ini adalah kali kedua pekerjaan saya di koreksi (baca disalahkan). Tak apalah, saya harus menahan diri untuk tidak bertindak gegabah. Bagaimanapun saya harus bisa menerima, walaupun dalam hati berkata "cerewet, masak selalu salah !".
Tadi sore ketika habis bekerja, ada sms masuk, yang bunyinya "ada beberapa jendela yang di pasang masih belum rapi". Itu adalah sms dari pak Akhmad (nama samaran) kepala sekolah, yang kebetulan saya dapat orderan membuat pintu dan jendela bangunan baru gedung laboratorium sekolah tersebut. Tak lansung saya balas, karena saya harus mencari kata kata yang tepat. Pak akhmad ini termasuk tife cerewet. Sebenarnya saya agak malas berurusan dengannya, Semula mau saya balas begini "pak, saya sudah tak mampu lagi bekerja dengan bapak, cari saja tukang yang lain". Padahal upah saya masih tersisa 500 ribu belum dibayar, biarlah upah itu tidak di bayarnya. Tapi setelah dipikir, tak usahlah, malah menambah masalah baru. Akhirnya saya balas "besok kita periksa, kalau ada yang kurang pas kita perbaiki". Kesalahan yang pertama menurut pak akhmad lebih parah lagi. Semua jendela dan pintu yang saya buat dan dipasang tidak ada yang pas. Terlalu renggang. Kekecilan. Tapi beliau tidak mau bicara terus terang. Entah apa yang ditakutkannya. Itu juga sebenarnya yang membuat saya enggan bekerja dengannya. Terlalu menuntut, tidak belas kasih, mau menang sendiri, tak pernah memikirkan kita sibuk. Malah menurut kabar dari orang lain semua jendela mau diganti baru. Mungkin akan diupahkan dengan tukang yang lain. Sepertinya ia tak mau pikir perasaan orang lain.
Pagi pagi ada ketua komite mendatangi saya dan menanyakan hal yang sama. Saya jawab tak masalah, akan saya perbaiki. Tolong siapkan kayu untuk perbaikan dan tolong pikirkan upah alakadarnya untuk mengerjakannya. Seperti yang saya tulis diatas tadi, 500 ribu itu adalah upah tambahan. Menurut pak komite rapikan saja jendela depan, yang belakang tak apalah. Kejadian ini adalah disebabkan karena saya terlalu percaya kepada teman. Niat pertama adalah ingin membantu teman sepropesi (tukang mebel). Sebut saja namanya jamal. Beberapa minggu ini jamal tidak bekerja karena order lagi kosong. Karena saya dapat pesanan pintu dan jendela maka saya ajak dia untuk membantu bekerja. Hitung hitung membantu teman yang lagi tak ada duit untuk belanja sehari hari. Maka saya percayakan kepadanya untuk menghendel semua pekerjaan. Saya akan bantu kalau sempat, kalau ada waktu. Karena saya juga ada kesibukan mengurus pekerjaan lain (bukan urusan tukang). Saya percaya sepenuhnya kepada jamal dari mengukur, membuat dan memasang. Karena jamal kukenal adalah tukang profesional yang jam terbangnya sudah tinggi, malah jauh lebih tinggi dari saya. Tapi ternyata saya salah. Jamal yang saya anggap berpengalaman ternyata tidak begitu keadaannya. Semua pintu dan jendela yang diukur dan dibuatnya memang tidak pas pada kusen. Yang menyebabkan semua bahan yang sudah jadi dan dipasang itu tidak cocok dan tidak pas. Sebab itulah maka pak Ahkmat protes dan mengkoreksi semua pekerjaan kami. Belakangan baru saya tahu ternyata Jamal tidak mengukur pada kusen, tapi menggunakan ukuran yang ada dalam gambar. Hali itu saya sampaikan kepada pak Akhmad. Tapi beliau tak mau terima. Malah menyalahkan "seharusnya mengukur bangunan, jangan mengikut gambar", katanya. Ya sudahlah, saya tak panjang lebar, percuma bertengkar dengan orang keras kepala, biar mengalah sajalah pikirku. Kalau dipikir tak sepenuhnya salah Jamal yang membuat jendela mengikut ukuran gambar. Tapi juga kesalahan pekerja bangunan. Mengapa kusen yang mereka buat tak sama dengan ukuran gambar. Kalau mengikut ukuran gambar kan pas. Jadi tak salah. Tak taulah siapa yang perlu disalahkan. Sebenarnya wajar pak Akhmad mengkoreksi, karena sebagai pemesan/ pemakai jasa tentulah beliau ingin yang terbaik. Pastilah ia ingin bangunan yang sedang ditanganinya terlihat sempurna. Apa kata konsultan dan orang dinas nanti kalau begitu. Lebih parahnya lagi. Jamal yang sudah ditolong dan dikasihani malah bekerja lagi di tempat lain yang tempatnya jauh jadi tak bisa bekerja lag dengan sayai. Padahal pekerjaan belum selesai dan bermasalah lagi. Aduh....... aku jadi pusing tujuh keliling. Mau tidak mau saya harus bertanggung jawab, memikul semua pekerjaan ini. Tak apalah, demi nama baik, walaupun pelan pelan akan kuselesaikan. Biarlah rugi tenaga dan waktu dari pada rugi nama baik di cap yang tidak tidak oleh orang, terutama pak Akhmad dan ketua komitenya. Itulah akibat dari kelalaian saya yang selalu tidak waspada, yang mudah memberi bantuan kepada orang lain bila kesusahan, tak pikir panjang. Tapi tak apalah anggap saja pengalaman. Sekarang tahulah saya siapa dan bagai mana orangnya Jamal.Ikhlaskan saja daripada skit hati. Semoga jadi amal baik, karena sudah membantu teman dalam kesulitan, dan kepada pak Akhmat, jadilah orang yang mau mempertimbangkan, jangan suka memaksakan kehendak. Orang bijaksana pasti di sayamg tukang. Wasallam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H