Lihat ke Halaman Asli

Wahyu Kurniawan

mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga

Childfree sebagai Upaya Mengatasi Permasalahan Kesehatan Mental Seseorang dengan Latar Psikotraumatis

Diperbarui: 3 Mei 2023   12:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi childfree/Foto: antaranews.com

Akhir-akhir ini childfree sedang menjadi buah bibir bagi masyarakat Indonesia. Mulai dari kalangan selebritis, selebgram, netizen hingga masyarakat biasa seakan-akan sibuk dibuat berpikir mengenai sebuah topik hangat yang saat ini sedang muncul di permukaan pemberitaan. Childfree sendiri merupakan sebuah keputusan bagi pasangan suami istri untuk hidup tanpa memiliki buah hati atau anak. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, memiliki buah hati atau anak merupakan goals atau tujuan dalam membangun rumah tangga. 

Sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki pola pikir bahwa sebuah keluarga akan terasa lengkap dan bahagia ketika di dalam keluarga tersebut terdapat buah hati atau anak. Namun, tidak semua pasangan suami istri memiliki pemahaman layaknya masyarakat umum. Mereka tentu memiliki tujuan dan pemikiran tersendiri untuk memutuskan hidup tanpa anak.

Konsep childfree mulai menjadi perbincangan hangat saat selebgram tanah air Gita Savitri Devi membalas sebuah komentar netizen dalam laman instagramnya yang mengarah kepada dukungannya terhadap childfree. Namun, tahukah kalian sobat online readers, bahwa dukungan terhadap konsep childfree bukan hanya dilakukan oleh Gita Savitri Devi, beberapa public figure Indonesia juga dengan terang-terangan mendukung atau pro terhadap konsep childfree.

Cinta Laura, seorang aktris berdarah Jerman-Indonesia mengungkapkan bahwa dia memutuskan untuk tidak memiliki anak kandung setelah dia menikah nanti. Cinta juga menjelaskan mengapa ia memutuskan untuk mengambil keputusan tersebut. Ia mengungkapkan bahwa bumi ini sudah overpopulated atau terlalu banyak populasi manusia yang apabila semakin hari terjadi kelahiran, maka keseimbangan antara populasi manusia, kebutuhan pangan, dan sumber daya alam juga akan sangat terganggu.

Cinta juga menambahkan bahwa di dunia ini masih banyak anak-anak tanpa orang tua yang lebih membutuhkan cinta dan kasih sayang, oleh karena itu Cinta Laura lebih memilih untuk mengadopsi anak angkat untuk bisa memberikan penghidupan bagi mereka.

Keputusan untuk menjalani kehidupan tanpa memiliki seorang anak bukanlah hal yang mudah, terdapat banyak alasan yang mendasari pasangan suami istri untuk akhirnya memilih hidup bersama tanpa hadirnya anak dalam kehidupan mereka. Dalam prespektif psikologi, seseorang yang memutuskan untuk tidak memiliki anak mungkin memiliki trauma terhadap masa kecil mereka. Dalam beberapa kasus, dapat ditemui bahwa alasan seseorang untuk memutuskan childfree adalah karena adanya luka psikis yang sukar untuk disembuhkan.

 Luka psikis ini dapat berupa didapatinya tindakan kekerasan fisik, verbal atau seksual dari orang terdekat bahkan orang tua mereka sendiri semasa mereka dalam usia anak-anak. Luka psikis atau luka batin ini yang mendorong mereka untuk tidak memiliki anak ketika sudah menikah. Hal ini mereka lakukan agar kelak anak mereka tidak merasakan luka psikis yang telah dirasakan oleh ibu atau ayah mereka. Jika ditelaah, alasan ini memiliki korelasi yang kuat dengan masa lalu bagi seorang penganut paham childfree. Oleh karena itu salah satu faktor terkuat yang mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan untuk childfree adalah trauma di masa lalu mereka.

Luka psikis atau trauma membuat seseorang takut akan melihat dan merasakan sesuatu yang telah dahulu mereka rasakan. Bagi sebagian orang atau pasangan suami istri,  childfree bisa menjadi penawar trauma psikis teradap masa kecilnya. Ketika seseorang yang sudah pernah merasakan bagaimana perlakuan kasar keluarga atau orang tua terhadap mereka sewaktu kecil, atau bagaimana perilaku orang tua mereka yang sering membanding-bandingkan dan berperilaku tidak adil kepada dirinya dan saudara-saudaranya. Hal ini tentu akan membekas dalam pikiran dan hati sang korban hingga dewasa. 

Banyak orang berkata "luka fisik bisa sembuh dalam hitungan hari, namun luka batin dan psikis tidak akan bisa dilupakan oleh sang korban hingga ia mati". Saya sendiri setuju dengan kalimat tersebut, hal ini dikarenakan ketika seorang anak melakukan sedikit kesalahan dan ibu atau ayahnya mencubit bagian badannya, mungkin memar atau rasa sakit ini akan hilang keesokan harinya, namun ketika seorang anak mendapatkan perilaku yang jauh lebih kasar, membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain bahkan mendapatkan pelecehan seksual dari anggota keluarga atau orang tuanya sendiri, tentu ini tidak akan bisa dilupakan oleh anak tersebut.

Bukan perkara mudah untuk menyembuhkan luka batin atau psikotrauma pada diri seseorang. Trauma bisa disembuhkan, namun proses penyembuhan dari trauma memerlukan waktu yang panjang. Apalagi jika kejadian trauma masih bisa mereka lihat pada diri orang lain. Tentu hal ini akan menjadikan proses penyembuhan trauma menjadi lebih sulit. Oleh karena itu banyak penderita psikotrauma dengan latar belakang kejadian yang tidak mengenakkan sewaktu mereka anak-anak memilih untuk menempuh jalan childfree

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline