Lihat ke Halaman Asli

Jokowi Tidak Istimewa, antiklimaks frustasi rakyat

Diperbarui: 24 Juni 2015   11:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1371740184247225943

MERDEKA.. Salam Indonesia Baru...

SALAM INTEGRITAS.... Salam Merdeka.. ini itu dan banyak salam untuk membangunkan tidur panjang beberapa pekan ke depan akan menghiasi dinding  facebook dan baliho di sepanjang jalan di Nusantara tercinta... seakan sebagai tanda semua elemen bangsa harus melupakan masa lalu, hari kemarin dan berlari mengejar yang namanya "kondisi baru yang lebih baik"... melupakan korupsi meski  menyukai korup.. meneriakkan anti suap meski setiap hari menerima upeti...teriak undurkan oknum pejabat padahal hati kecilnya dalam rangka antree kuasa... dan banyak kata heroik lainnya...

Rakyat atau komunitas yang belum pernah menikmati nyamannya hidup di negeri merdeka akhirnya akan menjadi bosan dengan retorika usang dan akhirnya pintar dengan sendirinya untuk  memilah dan memilih sikap karena didewasakan oleh sejarah.

PETANI, nelayan,   buruh dan komunitas rakyat selevel dengan profesi tersebut merupakan jumlah penduduk terbesar di negeri merdeka yang bernama Indonesia.  Setiap lima tahunan mencari formula kesejahteraan, memasrahkan nasib  negeri pada "tokoh" atau  orang yang nekat menokohkan diri  merupakan ikhtiar mendapatkan makmur yang adil... hingga berulangkali dan tak kunjung sejahtera.  Ada sejahtera  di sebagian kecil yang pernah menjanjikan kemakmuran sebelum pemilihan. Sekali dua kali rakyat terlena namun dengan makin miskinnya diri  dan makin tidak terkontrolnya para "tokohnya" dalam menimbun kekayaan yang dibarengi karnaval mengumbar nafsu syahwatnya... (rakyat belum makmur juga suka nonton berita televisi) maka tidak dapat dipersalahkan bahwa rakyat merindukan pemimpin dan tokoh baru.. yang tidak perlu cerdas nan pintar berorasi kesucian, tidak perlu tampan bak raja nirwana dan tidak perlu mahir teori politik yang berujung mempolitiki pemilih.  Yang diperlukan  sosok yang mau jadi bagian dari rakyat... punya empaty yang ikhlas untuk memasuki ruang rasa masyarakat kebanyakan dan berani berkata tidak untuk sebuah ketidakmasukakalan berbangsa dan bernegara.

JOKOWI dengan sikap polosnya  sebagai pendatang baru  menularkan hal biasa yang "semestinya" dilakukan dengan mudah oleh semua pemimpin rakyat.  Masyarakat seakan mendapatkan kawan senasib... mendapat  energi baru untuk menunjukkan identitas sebagai pemilik kedaulatan yang selama ini dipasung dengan label wong cilik, label rakyat... label orang pinggiran dan label label yang menunjukkan ada strata dibawah penguasa, pejabat dan wong agung yang berwenang memerintah... -hemmm padahal tanpa dipilih rakyat ya sama posisinya.. bahkan ada yang dulunya tanpa status-.. Rakyat terbangun untuk memperlihatkan sebagai orang merdeka di negeri merdeka.

Keadaan tersebut yang dirindukan oleh kebanyakan warga.... figur yang mau blusukan memasuki kekosongan jiwa rakyat... rakyat yang kehilangan pengakuan dan miskin identitas karena ulah kawan sebangsa.

Tidak ada paksaan untuk memberi dukungan sama dengan saya, namun  belajar dari tulisan saya satu tahun lalu menjelang pilkada DKI yang banyak dicemooh karena memaksakan figur kurang populis... mungkin sejarah akan terulang kembali...

Rakyat Indonesia Raya memilih yang disukai bukan yang disodorkan apalagi yang dipaksakan..

Salam WHP untuk Indonesia Baru.. Baru  Baru  dan Baru.. yang  pantas diwariskan untuk anak cucu..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline