Lihat ke Halaman Asli

Wahyu Hamijaya

Semangat adalah perjuangan yang sulit.

ANDAIKATA.. Muncul Dari Retorika Bencana #NASIONAL#

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13913140321699401864

[caption id="attachment_293406" align="aligncenter" width="663" caption="ilustrasi banjir Tahunan DKI Jakarta"][/caption]

Andaikata, selama lima tahun berjalan, dunia diguncang dengan iklim radikal. Curah hujan lebih besar, sehingga terjadi bencana banjir di pelosok negeri. Apakah ini pertanda bahwa para pemimpin dunia juga sudah tidak jelas lagi untuk mengayomi rakyatnya?

Andaikata, ini juga terjadi di Indonesia, pasca Orde Baru, ketika diteriakkan Orde Reformasi yang katanya akan lebih Demokratis, ternyata malah meninggalkan cita-cita bangsa ini saat memperoleh kemerdekaannya. Sejak UUD 45 di revisi, manfaatnya bagi bangsa ini belum jelas. Sementara ideologi Pancasila, jati diri bangsa dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika jadi remang-remang. Politik kembali jadi Panglima, sebagai penentu pemerintahan dan segala-galanya, melebihi kepentingan bangsa.

Andaikata, semua pemimpin menjadi nahkoda politik, tidak ada lagi Presiden dan para Menteri, birokrasi berjalan sendiri, aparat keamanan dan hukum bertindak sendiri, memimpin dirinya sendiri, seperti iklim yang tidak bisa lagi diprediksi. Jangan kagetan ketika terjadi tindakan anarkisme dimana-mana, seperti juga banjir yang terjadi sampai ke kota besar, yang tadinya melanda pedesaan. Akibat ekosistem yang dirusak, hutan di babat, bukit dikepras, habis !

Andaikata,, rakyat juga punya hukum yang menurutnya benar. Ketika mereka diusik, tidak dipedulikan nasibnya atau diperlakukan semena-mena oleh penguasa yang mereka pilih sendiri, tapi kemudian melupakan mereka, yang terjadi adalah perlawanan. Rame-rame turun ke jalan, merasa tidak puas karena protes mereka tidak digubris lalu bertindak anarkis. Merusak sarana dan prasarana yang dibangun dari uang rakyat juga. Dari perusakan hingga pembakaran sarana umum.

Andaikata negeri ini tidak ada Presiden, demokrasi, kebebasan, kebrutalan akan menjadi budaya rakyat. Yang jadi korban tidak hanya rakyat, tapi juga aparat keamanan (TNI dan Polri), perempuan, anak-anak, remaja dan keluarga saling bantai. Hukum sudah diabaikan, apalagi kemanusiaan, karena semua bisa dibeli dengan rupiah. Sementara para pembela kemanusiaan sudah memakai kacamata kuda. Tidak lagi seimbang dalam menyelesaikan masalah. Sehingga aparat keamanan yang menjaga ketertiban dan memberikan rasa aman kepada rakyat, ketika mereka jadi korban kebutralan lebih banyak di hujat.

Andaikata negeri tidak ada lagi pemimpin yang memberikan rasa aman kepada rakyat. Maka yang terjadi adalah main hakim model jalanan. Main serbu. Eksekusi di tempat. Itu dianggap jalan terbaik. Alangkah memprihatinkan nasib negeri ini, yang diperjuangkan demi merdeka dengan tumpahan darah, bersusah payah. Apakah untuk menuju perubahan harus juga terjadi pertumbahan darah?. Bung Karno pernah berucap, perubahan (Revolusi) pasti ada pengorbanan, ada darah yang mengalir, ada nyawa yang melayang. Lalu kemanakah jatidiri bangsa ini ?

Andaikata, negeri ini kembali ke era orba, yang benar-benar demokratis, sesuai butir-butir termaktub dalam bingkai Pancasila, berke-Tuhanan, musyawarah, mufakat, menjaga persatuan. Tidak ada lagi persoalan yang harus diselesaikan lewat jalan kekerasan. Tidak ada lagi perang antar desa, antar kampung, antar agama, antar keluarga, antar aparat keamanan, dan antar etnis. Alangkah indahnya.

Andaikata para pemimpin bangsa ini, yang menerima amanah dari rakyat benar-benar bisa melaksanakannya, bijaksana, ngayomi, jadi negarawan bukan panglima politik. Maka akan tercipta stabilitas dalam bernegara dan berbangsa, kondusif, ekonomi kerakyatan akan kembali normal, iklim usaha akan bangkit penuh gairah. Karena pemimpin pemerintahan memberikan jaminan, termasuk memberikan kemudahan dalam pelayanan kepada masyarakat dan pengusaha. Inilah Andaikata...

EDITOR: WAHYU HAMIJAYA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline