Lihat ke Halaman Asli

Indonesia punya “Cara” Sendiri untuk Mengurangi Jumlah Penduduknya

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Negara dengan beragam suku dan budaya ini adalah bangsa besar yang membuatnya menduduki peringkat pertama dalam rekor kepulauan terbesar di kancah dunia. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah pulau terbanyak, luas wilayah yang dimiliki membuat ekspansi penduduk menjadi sangat berkembang. Data dunia tahun 2011 membuktikan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke 4 (empat) di dunia dalam kontribusi jumlah penduduk yang dimiliki.

Dengan semakin berkembangnya populasi manusia didunia ini, sedikit banyak berpengaruh pada sistem perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Kemampuan negara dalam upaya “menghidupi” masyarakat pun menjadi pertimbangan tersendiri didalam pertambahan jumlah manusia yang ada. Ketidakmampuan negara dalam memfasilitasi masyarakat akan berdampak pada kesejahteraan yang tidak kunjung hadir.

Oleh karena itu, dunia memutuskan untuk membuat program pengendalian pertumbuhan jumlah penduduk di dunia ini, berdasar pada data jumlah manusia yang mengalami peningkatan setiap waktunya. Manusia yang lahir dan mati tidak berbanding, sehingga semakin hari dunia ini terasa semakin “sesak” oleh manusia-manusia baru yang muncul. Indonesia menamakan program itu dengan istilah Keluarga Berencana (KB). Keluarga berencana sendiri mulai di dengungkan oleh pemerintah pada tahun 1970 ditandai dengan surat keputusan (SK) dibentuknya BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana nasional).

Fungsi dibentuknya BKKBN antara lain adalah menasionalkan sistem pengendalian pertumbuhan manusia ini ke seluruh penjuru Nusantara, sehingga Visi dan Misi pemerintah dapat terwujud secara menyeluruh. Tujuan Pemerintah dalam penyelenggaraan program KB ini antara lain adalah membentuk keluarga yang ideal sesuai dengan kemampuan financial yang dimiliki, sehingga tidak terjadi efek buruk pada meningkatnya keluarga miskin dan tidak mampu di negeri ini. Mengurangi angka kematian ibu, peningkatan kesejahteraan keluarga, dan mengurangi angka kelahiran untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan bangsa. Negara akan mendapatkan masalah besar pada anggaran, jika pendapatan (income) negara tersebut jauh dibawah tingkat kebutuhan yang diperlukan dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS menyatakan bahwa keadaan jumlah penduduk Indonesia bertambah setiap waktunya. Pada tahun 2006 saja, jumlah penduduk Indonesia berkisar sekitar 222 juta jiwa. Kemudian di tahun 2010 jumlah itu meningkat menjadi 237.556.363 jiwa. Menurut Kemendagri, pada tahun 2012 diperkirakan jumlah penduduk Negeri ini akan mencapai 259 juta jiwa.

Berdasar pada data yang disampaikan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) dan Kementrian Dalam Negri, ada rasa tidak yakin di benak setiap masyarakat atas suksesnya program KB yang dijalankan selama ini. Masalah tidak pada pemerintah sebagai pemangku kebijakan, tetapi lebih kepada masyarakat sebagai “sosok” yang menjalankan kebijakan-kebijakan tersebut. Paradigma masyarakat terkait keturunan menjadi masalah utama berjalannya program KB itu sendiri. Ketidakpedulian rakyat atas resiko pertambahan penduduk yang terus meningkat, membuat Indonesia selalu menjadi negara yang “kaya” akan penduduk. Ketidaktegasan pemerintah atas program ini pun menjadi “boomerang” tersendiri yang jatuh di depan kursi pak mentri. Pola fikir masyarakat desa yang menganggap bahwa banyak anak banyak rezeki akan membentuk sikap ketidakpedulian atas resiko bangsa sebagai tempat mereka hidup.

Mungkin saja Indonesia masih belum “puas” dengan program Keluarga Berencana (KB) nya. Atau mungkin bukan dengan cara itu bangsa ini mengurangi jumlah penduduknya. Ketidakperhatian masyarakat akan keselamatan dirinya maupun orang lain menjadi salah satu solusi penghambat pertumbuhan penduduk negara ini.

Dapat kita perhatikan secara “lugu”, bahwa berkurangnya jumlah penduduk negeri ini hanya bisa dilakukan pada saat “tragedi” datang menyapa. Tahun 2002, masyarakat Nangroe Aceh Darussalam berkurang dengan adanya Tsunami, tahun 2010 penduduk DI Yogyakarta berkurang karena adanya sapaan Merapi yang tak pernah ingkar janji. Hingga di awal tahun 2012, (yang katanya ber sio naga air “keberuntungan”) begitu banyak tragedi yang merenggut nyawa masyarakat, mulai dari Tugutani (Jakarta) sampai pada kejadian serupa di Makasar, Jawa Barat, dan yang tak pernah absen adalah bus Sumber B(k)encono yang semakin hari semakin menunjukkan kecepatannya. Beberapa kejadian yang membuat masyarakat lainnya berduka dan bersedih, tidak bagi bangsa ini. Penyebab terjadinya hal-hal yang demikin tidak serta merta salah rakyat. Fasilitas yang diberikan dalam rangka mendukung keselamatan berkendara juga tidak maksimal. Traffic error yang terjadi di jalan adalah tanggung jawab pemerintah dalam penyediaan fasilitas “aman” bagi pengguna jasa. Kenyataan selama ini adalah, seakan tanggung jawab keselamatan ada sepenuhnya pada masing-masing orang yang berkendara ataupun beraktifitas. Fungsi negara sebagai “alat” berlindung masyarakat tidak berfungsi secara optimal. Sehingga mengakibatkan pengurangan jumlah penduduk yang ironis ini terjadi.

Dengan demikian, negara ini memiliki cara unik dan efektif dalam pengurangan jumlah penduduknya. Tidak dengan program KB yang selama ini disosialisasikan, tetapi dengan traffic error ataupun “tragedi” yang bermurah hati berkunjung ke negara inilah yang menjadi solusi nyata dan dinilai “sukses” dalam pengurangan jumlah penduduk yang dimiliki bangsa Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline