Lihat ke Halaman Asli

Wahyudi Sudiyono

Content Creator

Harapan Warga Etnis Tionghoa Paska Pilkada DKI Jakarta

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hasil hitung cepat Kompas. (Foto: Kompas.com)

Kemenangan pasangan Jokowi_Ahok pada pilkada DKI Jakarta putaran kedua versi hitung cepat berbagai lembaga survey kemarin (Kamis, 20/9) menyisakan harapan besar bagi warga Jakarta terhadap pasangan ini.

Harapan besar Jakarta Baru yang dijanjikan oleh pasangan inilah yang seakan membawa angin syurga bagi warga Jakarta untuk kemudian memilih mereka dengan menyoblos nomor urut 3 yang terdapat  pada kertas suara masing-masing.

Paparan visi dan misi yang disampaikan oleh pasangan ini secara jelas dan detail, didukung pengalaman birokrasi mereka yang sukses memimpin daerah mereka berdua baik Jokowi sebagai Walikota di Solo maupun Ahok sebagai Mantan Bupati di Belitung Timur yang selalu berpihak kepada rakyat sehingga dicintai oleh rakyatnya.

Teringat oleh debat calon gubernur minggu lalu, ketika calon wakil gubernur Nachrowi Ramli atau Nara menyapa Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama, dengan salam khas etnis Tionghoa, yaitu “Haiya Ahok”, telah membuat sebagian atau bahkan kebanyakan warga etnis Tionghoa tidak berkenan untuk mendengarnya. Hal tersebut ditandai dengan cemoohan atau olok-olokan yang ramai ditujukan kepada Nachrowi Ramli atau Nara diberbagai situs jejaring social seperti facebook dan twitter, bahkan dalam sebuah grup facebook yang beranggotakan ratusan ribu simpatisan Jokowi-Ahok, salah satu status mengenai candaan terhadap Nara tersebut telah dikomentari lebih dari 1.500 komentar oleh anggota grup tersebut.

Demikianlah fenomena masyarakat kita dalam menyikapi sebuah pernyataan yang tidak tepat bahkan menyudutkan etnis tertentu, reaksi yang disampaikan begitu cepat tersebar melalui facebook dan twitter serta youtube yang dalam kurun waktu selama dua tahun belakangan ini marak sekali menjadi rujukan dalam menyampaikan aspirasinya.

Sebagai seorang warga Negara yang baik, tentunya semboyan Indonesia yang berbeda-beda tetapi tetap satu jua atau Bhinneka Tunggal Ika masih berlaku sampai dengan saat sekarang ini, sehingga semua etnis menjadi setara dan tidak dibeda-bedakan meski minoritas sekalipun keberadaannya.

Keberhasilan Jokowi-Ahok dalam pilkada kali ini telah mewakili semboyan Indonesia yang mencakup dua etnis yang berbeda, Jokowi mewakili etnis Jawa yang mayoritas dan Ahok mewakili etnis Tionghoa yang minoritas.

Pilihan warga DKI kali ini tidak salah satu lagi, karena mereka mampu memilih pasangan gubernur yang mampu menyatukan perbedaan dengan menyatukannya kedalam masyarakat Jakarta yang semakin “kebal” dengan isu SARA yang semakin tidak karuan merusak semangat demokrasi warga DKI.

Bagi kebanyakan warga Jakarta yang keturunan etnis Tionghoa, pasangan Jokowi-Ahok akan menjadi tumpuan harapan mereka karena tidak akan lagi terjadi masalah pembedaan dan pemojokan etnis tertentu setelah terpilihnya Jokowi-Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta setidaknya minimal selama periode 2012-2017 atau bahkan selamanya seiring dengan semakin cerdasnya warga Jakarta dalam memilih seorang gubernur yang menjadi harapan semua pihak.

Sudah saatnya keberadaan kaum minoritas pun dihargai dan diperhatikan sebagaimana etnis mayoritas yang ada di jakarta . Ucapan salam yang berbau etnis juga hendaknya tidak untuk sindiran bahkan menjadi bahan olok-olokkan kedepannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline