Pudarnya Nasionalisme Warga Perbatasan dan Ancaman Terhadap
Keutuhan NKRIdi Masa yang Akan Datang
Di Pulau Sebatik Indonesia.
Oleh: Wahyudi
Pulau Sebatik adalah sebuah pulau di sebelah timur laut Kalimantan utara.
Pulau tersebut merupakan pintu perbatasan antara Sabah (Malaysia) dengan Indonesia yang merupakan pintu gerbang Indonesia di Kalimantan, tepatnya di bagian utara Provinsi Kalimantan utara yang berbatasan langsung dengan Negeri Sabah Malaysia. Kota tawau di Sabah yang lebih maju dalam pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur mengharuskan warga Sebatik menggantungkan kebutuhan hidupnya terhadap Malaysia yang secara geografis jarak tempuhnya lebih dekat, hanya dibutuhkan waktu sekitar 15 menit dari Sebatik . Di sisi lain, untuk menempuh kota terdekat di Indonesia yaitu kota Nunukan dibutuhkan waktu tempuh sekitar 60 menit hingga 90 menit dari Sebatik. Hal tersebut secara tidak langsung berdampak terhadap adanya dominasi dan pengaruh Malaysia yang signifikan terhadap warga Pulau Sebatik Indonesia, sebagai berikut :
1.Fakta Ketergantungan Ekonomi Warga Sebatik terhadap Malaysia
Kebutuhan Sandang, pangan dan papan masyarakat Sebatik bisa dikatakan hampir 80% didatangkan dari Kota Tawau, begitupun untuk menjual hasil mata pencaharian masyarakat Sebatik seperti biji kakau, kelapa sawit dan ikan, warga sebatik akan berhubungan dengan kota Tawau, sabah Malaysia untuk menjual hasil mata pencaharian mereka. Letak geografis wilayah Kota Tawau dari Sebatik dengan jarak yang lebih dekat daripada wilayah kota yang ada di Indonesia, seperti Kota Nunukan dan Kota Tarakanyang harus ditempuh dalam waktu 1 jam hingga 3 jam, maka untuk pergi ke kota tawau hanya membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit dengan speed boat dankurang dari 30 menit bila ditempuh dengan perahu bermesin biasa, sehingga biaya transportasi menuju ke Kota Tawau, Malaysia lebih murah dan efektif secara waktu. Jadi, Malaysia secara ekonomi telah membantu roda perekonomian bagi warga Sebatik untuk dapat hidup dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2.Ikatan Emosional yang Terbangun Antara Warga Sebatik dan “sebagian” Warga Malaysia di Sabah oleh Kesamaan Kultur
Interaksi sosial dan kultur antara masyarakat sebatik dan masyarakat kota tawau pun kerap terjadi. Hal ini terjadi karena banyak keluarga dari warga Sebatik yang secara kultur mayoritas merupakan suku bugis yang berasal dari Sulawesi selatan berdomisili di kota Tawau dalam waktu yang lama, bahkan sebagian di antaranya sudah berstatus sebagai warga Negara Malaysia. Suku bugis secara statistik memiliki jumlah yang besar dan diperhitungkan secara populasi di wilayah tawau yang berpopulasi kurang lebih 500.000 jiwa. Proses yang terus berlangsung ini secara tidak langsung telah menumbuhkan ikatan emosional yang erat antar keluarga yang pada akhirnya berubah menjadi ikatan emosional antara warga Negara di dua Negara yang berbeda sehingga perbedaan nationality lambat laun terkikis sedikit demi sedikit.
3.Dominasi Arus Informasi dari Malaysia
Pada umumnya, informasi yang diperoleh warga Sebatik berasal dari Malaysia karena mudahnya akses untuk mendapatkan informasi dari Malaysia, misalnya melalui tiga saluran TV Malaysia yang secara langsung dapat dijangkau tanpa harus menggunakan alat bantuan seperti Parabola atau Televisi (TV) kabel, sedangkan untuk saluran TV Indonesia dibutuhkan alat bantu tersebut sehingga membutuhkan tarif berbayar yang tidak dapat dinikmati oleh semua kalangan di Sebatik. Program TV di Malaysia yang berisi program-program acara resmi, terutama pada chanel TV 1 dan TV 3 sangat efektifdalam menambah wawasan dan informasi kebangsaan masyarakat sebatik tentang Malaysia. Begitupun dengan radio, siaran radio dari Malaysia yang bergelombang jauh, misalnya radio nasional Malaysia yang mengudara di Kuala Lumpur dengan mudahnya masuk dan mendominasi siaran radio di Sebatik. Mengutip kembali Azwar (2005: 14), “....sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam mempersepsikan dan menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu”.Dan hal ini lambat laun telah membangun stigma positif warga Sebatik terhadap Malaysia dan membentuk sikap pro Malaysia.
4.Ancaman Keutuhan NKRI
Fakta ketergantungan ekonomi warga Sebatik terhadap Malaysia, ikatan emosional yang terbangun antara warga Sebatik dan warga Malaysia di kota tawau dan dominasi arus informasi dari Malaysia yang secara terus menerus dan dalam jangka yang panjang menjadi sebuah ancaman nirmiliter dalam konsepsi pertahanan Indonesia di masa yang akan datang, hal ini secara nyata akan memancing bibit-bibit separatisme di kalangan warga dan akan membentuk sikap loyalitas dan kecintaan warga terhadap Malaysia atau dengan kata lain bernasionalisme Malaysia. Terkait faktor-faktor pembentukan sikap tersebut, mengutip Azwar (2005: 14), menyatakan bahwa, “… individu bersikap konformis atau searah dengan sikap orang orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut”. Pada akhirnya pada titik klimaksnya nanti akan muncul keinginan dari warga untuk melepaskan diri dari wilayah NKRI dan memilih untuk menggabungkan diri (integrasi) atau melakukan eksodus ke Malaysia karena merasa telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dan menjadi bagian dari Malaysia. Hal ini sejalan dengan pendapat Dhurorudin Mash’ad (2004: 6) yang menyatakan bahwa,“Nasionalisme (rasa kebangsaan) yakni setiap orang merasa sebagai bagian integral bangsa. Dengan rasa kebangsaan, setiap diri akan merasa sebagai bagian dari bangsa dan merasa bangga dengan statusnya itu”.
Berangkat dari ancaman di atas, Sebagaimana yang telah terjadi sebelumnya di Kabupaten mahakam ulu, kalimantan Timur yang warga dari 10 desa mengancam untuk bergabung dengan Malaysia bergitupun halnya dengan warga 3 desa di nunukan, kalimantan utara yang warganya pun telah melakukan eksodus dan perpindahan kewarganegaraan Malaysia, maka dibutuhkan sebuah perhatian & penanganan khusus dan serius dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mengantisipasi ancaman tersebut lewat pendekatan kesejahteraan (prosperity Approach) dan pemenuhan kebutuhan terhadap warga di daerah perbatasan. Pendekatan Kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan warga secara komprehensip dengan dibarengi dengan pembangunan infrastruktur dan sarana roda ekonomi secara mandiri tanpa ketergantungan terhadap Malaysia di perbatasan akan dapat menghambat laju hegemoni dan dominasi Malaysia, sehingga terjadinya sebuah nationality building terhadap warga perbatasan berupa kecintaan, kebanggaan, dan rasa satu kesatuan sebagai bagian dari NKRI dan mereka pun dapat dengan lantang dan tegas menyatakan bahwa NKRI harga mati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H