Lihat ke Halaman Asli

Wahyudi Nugroho

Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Bab 55. Tetirah ke Candi Jalatunda

Diperbarui: 17 Oktober 2024   02:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Input sumber gambar dokpri

TETIRAH KE CANDI JALATUNDA

Oleh Wahyudi Nugroho

Semua persiapan Pangeran Erlangga dan seluruh keluarga hendak pergi tetirah ke Jalatunda telah selesai. Tiga buah tandu untuk kedua isteri dan anaknyapun telah siap. Perbekalan untuk tinggal selama setengah bulan di pesanggrahan Jalatunda juga telah dimasukkan ke dalam pedati. Limaratus prajurit pengawal tinggal menanti panggilan, kapan mereka harus mengiringi rombongan sang pangeran itu.

Sejak Giriwana di dusun Wawatan Mas itu masih berupa barak-barak tempat pesanggrahan Pangeran Erlangga bersama pengikutnya, telah beberapa kali pangeran Erlangga pergi untuk tetirah ke patirtan Jalatunda ini. Tempat itu adalah tempat yang ia anggap suci, tepat untuk merenung dan menganyam gagasan perjalanan hidupnya ke depan.  Dibangun oleh leluhur Gusti Ayu Galuh Sekar, Sri Isyana Tunggawijaya, putri Mpu Sendok yang menjadi ratu Medang, dan di peristri Sri Lokapala pangeran dari Pulau Bali.

Bertempat di lereng gunung Bekel sebelah barat gunung penanggungan, terbangunlah sebuah candi tiga tingkat yang sangat indah. Air yang memancar dari lubang candi sangat segar, dan dipercaya penduduk memiliki keramat, membuat mereka yang mandi dan minum air dari sana akan awet muda.

Itulah sebabnya para emban yang mengiringi bepergian para putri keluarga Pangeran itu sangat senang. Di patirtan itu keinginan mereka akan terkabulkan, setiap hari, pagi dan sore, mereka bisa mandi sepuas-puasnya. Hampir semua emban yang mengiringi Gusti Ayu Galuh Sekar muda-muda, emban yang dianggap tak kuat lagi berjalan jauh ditinggal di istana.

Dyah Tumambong yang telah ditunjuk Pangeran Erlangga sebagai Kepala Prajurit Pelayan Dalam Istana Giriwana, ikut sibuk mengatur semua persiapan perjalanan untuk tetirah itu. Namun saat tengah malam ia keluar untuk menemui salah seorang kepercayaannya, Sawer Welang, yang tinggal di luar keraton. Sebuah lontar ia selipkan dalam kain penutup celananya.

Ketika telah sampai di depan rumah bambu beratap daun kelapa itu Dyah Tumambong segera mengetuk pintu.

"Siapa ?" Terdengar orang bertanya dari dalam rumah.

"Aku. Segera buka pintumu." Jawab Dyah Tumambong.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline