Mereka berbincang-bincang beberapa saat tentang kebiasaan Sembada di rumah Mbok Darmi. Wanita tua itu tak ada hentinya bersyukur punya anak angkat seperti Sembada.
"Dia benar-benar anak dewa. Sejak dia di sini kesejahteraan hidupku kian meningkat. Bahkan sekarang ki demang berkenan membangun rumahku sebesar rumah beliau.
Kebutuhan harianpun telah dicukupi Sembada. Sebenarnya ia melarangku berjualan di pasar, tapi aku yang membandel. Aku tetap berjualan tiap pagi, apa saja yang bisa aku bawa, aku bawa untuk dijual.
Kadang bothok ikan, bothok lamtara, bothok daun sembukan, pepes ikan, ketela rebus, ketela goreng.
Hanya dengan melakukan itu semua aku merasa bahagia." Cerita Mbok Darmi.
"Apa kegiatan Sembada sehari-hari Mbok ?" Tanya Sekar Arum.
"Sejak bangun pagi ia telah menyibukkan diri. Mengisi jambangan sampai penuh di pakiwan, sebelum aku mandi. Menyapu halaman depan dan belakang, hingga bersih. Tanam sayuran di pekarangan. Cari kayu bakar tiga hari sekali. Dan setiap sore mencari ikan di sungai Serinjing. Ikan-ikan hasil tangkapan Sembada itulah yang aku masak malam harinya, dan kubawa ke pasar untuk aku jual. Malam hari kadang ia ikut meronda." Kata Mbok Darmi.
"Sejak di padepokan dulu ia memang rajin kerja. Namun tak pernah mencari ikan, karena di halaman padepokan ada belumbang alias kolam ikan. Sementara cari kayu bakar sudah tugas cantrik lain." Kata Sekar Arum.
"Kalau begitu Nak Arum dan Nak Sari sudah lama kenal Sembada , anak angkatku ?" Tanya Mbok Darmi.
"Kami berteman sejak kecil Mbok. Sama-sama tinggal di dalem katumenggungan. Kakang Sembada anak emban pamomong kami berdua, namanya Nyai Kenanga. Ayahnya, paman Wirapati, lurah prajurit pengawal ayahku, Tumenggung Gajah Alit.