Sembada segera mengikat kudanya pada pohon perdu di pinggir jalan. Ia lantas bergabung para pengawal dengan sepotong kayu dari dahan yang ia patahkan dari sebuah pohon..
Sejenak kemudian terdengar teriakan-teriakan puluhan orang yang keluar gerumbul-gerumbul perdu hutan itu. Semua telah menggenggam senjata. Ada yang bawa pedang, tombak, canggah, trisula bahkan sepasang bindi.
Seorang lelaki pendek kekar memimpin mereka. Sembada sudah hafal dengan orang itu. Dialah Trembolo, anak buah Gagakijo. Di sampingnya seorang tinggi besar, dialah Wadasgempal.
"Hahaha menyebar. Kepung rombongan ini. Jangan bunuh para wanitanya. Libas habis para pengawal."
Anggota gerombolan itupun menyebar. Mengepung para pengawal yang melingkari gerobak-gerobak barang.
"Menyerahlah. Percuma kalian melawan. Jumlah kami dua kali lipat dari kalian." Kata Trembolo lantang.
"Persetan dengan jumlah kalian. Kami tidak akan menyerah. Majulah, jika ingin merasakan tajamnya pedang kami."
"Keras kepala. Bangkai kalian akan jadi santapan anjing-anjing liar di sini. Serbuuu".
Sejenak kemudian telah terjadi pertempuran yang riuh. Dentang senjata beradu dibarengi teriakan-teriakan bahkan juga umpatan dan makian anggota gerombolan. Sembada sudah tidak lagi kaget dengan perilaku mereka, ia telah berulangkali bertempur dengan orang-orang jahat anak buah Gagakijo.
Rupanya para pengawal rombongan pedagang itu cukup tangguh. Meski rata-rata harus menghadapi dua orang lawan namun belum ada tanda-tanda mereka terdesak.