MENJUAL KAYU BAKAR
Oleh Wahyudi Nugroho
Sembada sempat mendengar simboknya bersenandung. Ia kenal syair tembang yang dalam masyarakat Jawa dikenal sebagai pupuh Pucung. Satu bait di antara tembang-tembang Jawa yang jumlahnya ribuan. Ia pernah baca di kitab sastra gurunya.
Ia lantas duduk tepekur. Sambil mendekap kedua lututnya. Sudah lama ia tinggal di rumah Mbok Darmi di dusun Majalegi. Bagian dari Kademangan Majaduwur yang ternyata wilayahnya sangat luas. Namun satupun belum ia kenal keluarga Ki Demang. Ia baru kenal nama demang itu, namun belum pernah melihat wajahnya.
Kedatangan Sambaya dan Kartika mengingatkan dirinya peristiwa di hutan Waringin Soban. Tenyata rombongan orang berkuda itu datang dari Kademangan Majaduwur. Siapakah pemuda gemuk pendek yang kurang senang terhadap campur tangannya dalam pertempuran itu ? Ia tidak tahu. Dan gadis itu, apakah benar ia Sekarsari yang dicarinya. Sebagaimana perintah gurunya.
"Aku merasa pernah dekat dengan gadis itu. Saat ia memandangku agak lama di depan kedai. Bisa jadi iapun terusik oleh ingatannya, pernah mengenalku di suatu tempat. Jika benar ia Sekarsari, lantas bagaimana cara menyatakan diriku sebagai Sembada, anak pamomongnya dulu di katumenggungan ?"
Sembada terus berpikir dan berpikir. Ia harus mencari cara bagaimana berhubungan dengan keluarga orang tertinggi di kademangan itu.
Ia tersenyum setelah mendapatkan akal bagimana cara ia mengenal keluarga demang Majaduwur itu. Ia lantas bangkit dan pergi ke pakiwan. Setelah mandi segera ia ambil bambu yang biasa ia pakai sebagai pikulan. Sebilah parang ia ambil dalam slempitan dinding bambu dapur. Kemudian ia pergi untuk melaksanakan rencananya. Di kepalanya bertenger caping bambu tua dan bolong-bolong.
Ternyata Sembada pergi ke hutan mencari kayu bakar. Sebagian kayu bakar di rumah dibeli oleh tetangganya. Baru ia ingat bahwa keluarga demangpun tentu juga membutuhkan kayu bakar pula. Dari sanalah ia akan kenal orang-orang dapur kademangan.
Ketika hendak memasuki hutan di sebelah barat desa induk kademangan Majaduwur, Sembada melihat seorang setengah tua tengah menyabit rumput. Ia hampiri orang tua itu, dan duduk di sebuah batu dekat penyabit rumput itu.