Sementara itu Gagakijo di rumahnya sedikit gelisah menunggu enam orang anak buahnya yang disuruh membuntuti pemuda yang menang pertandingan. Sebentar kemudian enam orang datang dengan nafas terengah-engah.
Gagakijo mengawasi pakaian dan tubuh mereka. Banyak sekali goresan-goresan di lengan, punggung, dan dada. Ia tidak sabar untuk bertanya.
"Kalian gagal menangkap pemuda itu?" Tebak Gagakijo.
"Iya Ki Lurah. Pemuda itu ternyata seorang pendekar berilmu tinggi. Kami berenam tidak mampu melukai kulitnya segorespun. Sebaliknya kami luka arang kranjang hanya karena ujung cambuknya."
"Cambuk ? Ia bersenjata cambuk ? Kalian berenam menggenggam pedang kalah dengan seutas cambuk ?"
"Iya Ki Lurah. Kami melarikan diri. Jika tidak salah seorang dari kami atau lebih pasti akan jadi korban."
"Gila. Kalian memang tidak berguna. Di mana anak itu kau temukan ?"
"Kami hadang di bulak jalan menuju dusun Suwaluh."
Gagakijo bergegas ke belakang, ia mengambil kuda. Sebentar saja ia telah melarikan kudanya seperti angin.
"Susul aku, cepat."