KAKEK NARTO CELENG
Oleh : Wahyudi Nugroho
Kakek itu duduk di amben bambu dekat Sembada. Caping bambu yang bertengger di kepalanya ia lepas, dan ia gunakan untuk kipas-kipas. Keringatnya masih bercucuran dari pori-pori kulit wajahnya. Nafasnya juga masih memburu.
"Makkkk. Ambilkan dua bumbung air putih." Kakek itu berteriak.
Sebentar kemudian keluar seorang remaja perempuan berkain panjang memberikan dua bumbung air putih. Kakek itu menerimanya dan mengulurkan satu bumbung kepada Sembada. Sembada tersenyum, kerongkongannya memang sudah terasa kering. Ia meneguk air itu sampai habis.
Gadis itu menerima bumbung kosong dari tangan Sembada. Ia masih berdiri menunggu kakek tua itu mengulurkan juga bumbungnya. Namun kakek itu meletakkan bumbungnya di amben tempat ia duduk.
"Sana masuk ! Nanti bumbungnya biar kakek bawa sendiri ke dapur." Kata kakek itu kepada si gadis.
Gadis itu mengangguk. Ia menatap mata Sembada sejenak, menganggukkan kepala dan tersenyum. Kemudian kakinya melangkah memasuki pintu rumah alang-alang itu.
"Ia cucuku ngger. Bapak ibunya berpisah, keduanya pergi entah kemana. Ketiga anaknya dititipkan kepadaku." Kata kakek.
"Ohhh,.... Sudah lama Kek mereka pergi ?" Tanya Sembada.