Lihat ke Halaman Asli

Wahyudin

Coretan

Sajak Ajip Rosidi sebagai Representasi Etnisitas

Diperbarui: 19 Desember 2022   14:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sejak 1950-an, fenomena kebudayaan etnik tidak lagi terpusat disalah satu daerah (contoh; minangkabau)---sebagai pelopor kesusasteraan lokalitas. Tetapi makin menyebar ke dalam diri para sastrawan yang berlatar etnis lain diluar itu, seoerti Jawa, Bali, Dayak, Melayu, dan Cirebon. Keadaan tersebut terus berkembang ketika ada usaha untuk melakukan semacam revitalisasi tradisi dalam kemasan midern. Itu yang terjadi dalam perjalanan kesusasteraan Indonesia tahun 1970-an. (Mahayana, 2012)

Faktor instabilitas dalam tubuh Indonesia pada saat ini yang membawa Indonesia kepada situalisi balkanisasi, inilah yang Ajip Rosidi lihat sebagai suatu fakta integrita bahwa Sunda sebagai sebuah tempat pada saat itu mengalami krisis. Ajip Rosidi melalui puisinya yang berjudul "Tanah Sunda" merepresentasikan sebuah bentuk realitas sosial; Representasi   merupakan   suatu   konstruksi imaji   atau   penyajian   kembali kenyataan dalam bentuk visual dan verbal yang menyiratkan sebuah makna dan ideologi tertentu.  

Konstruksi   dan   pilihan   penanda   kemudian   berwujud   dalam   representasi. Representasi  dianggap  sebagai  "medan  perang"  kepentingan  atau kekuasaan,  bentuk visual  dan  verbal  mengartikan  bahwa  representasi  memiliki  matrealitas  tertentu  yang dapat dibaca atau dilihat serta bisa diproduksi, ditampilkan, digunakan, dipahami dalam konteks  sosial  tertentu  (Anoegrajekti, 2010).  Hasil  dari  analisis representasi,  peneliti  menemukan  dua  representasi  yang  menonjol  dalam  kumpulan puisi ini yaitu representasi realitas sosial politik dan bidang religiositas dalam beberapa judul puisi.

Ajip Rosidi dalam bidang puisi, mengedapankan tema dan model penulisan dalam proses pengarangannya. Yang mana karena respon sosio-politik ia menarik segala perlengkapan untuk mengangkat tema kedaerahan. Dari sudut ini, ia telah menempatkan puisi tidak sekedar alat untuk mengekspresikan perasaan pribadinya, melainkan juga ekspresi gagasannya selaku warga bangsa. Ia menempatkan Alam kedaerahan (Sunda-Jawa Barat) dalam hubungannya dengan polemik tanah air. (Rosidi, 1985)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline