Lihat ke Halaman Asli

Wahyudi Iswar

ASN Pemprov Sulbar

One Eselon III, One Innovation

Diperbarui: 5 November 2023   22:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

“One Eselon III, One Innovation”

Oleh : Wahyudi Iswar (Analis Kebijakan Muda Diskominfo Sulbar)

Catatan masa lalu dan hingga kini tak lepas dari cerita tentang penemuan-penemuan baru. Hal yang kerap dinilai menjadi penanda akan munculnya aktivitas, perilaku, kebudayaan, tatanan atau sampai kepada lahirnya  era baru. Tidak sedikit yang berdampak signifikan kepada para pemimpin, komunitas, masyarakat, negara, dan bahkan bagi seluruh umat manusia. Dengan itu, mengatakan penemuan baru adalah salah satu faktor terjadinya perubahan sosial bukanlah suatu hal yang ahistoris. 

Penemuan baru selalu relevan dibicangkan oleh seiring meningkat dan kompleksnya kebutuhan serta masalah yang dihadapi manusia. Salah satunya terkait ruang pertukaran sosial, ekonomi dan politik kita semakin diwarnai dengan eskalasi  persaingan yang meninggi dan dinamis. Pemerintah, masyarakat dan swasta akhirnya seolah terus “dipaksa” untuk selalu meningkatkan kapabilitas dan kapasitasnya agar tidak tergilas arus kompetisi.

Di kekinian, penemuan baru dikenal dengan nama inovasi. Istilah dari bahasa latin, innovate yang berarti berubahnya sesuatu menjadi baru. Kata inovasi (innovation dan innovate) sendiri awal mulai dikenal sebagai kosakata bahasa Inggris pada abad ke-16 dan lebih diasosiasikan secara negatif. Identik dengan aroma revolusi atau perubahan radikal, terutama terhadap kemapanan sosial politik kala itu. Penguasa serta otoritas keagamaan akhirnya cenderung menolak segala hal yang berbau inovasi.

Hingga suatu waktu, pengertian inovasi lalu bergeser menjadi makna yang lebih positif. Menemukan pengertian modernnya seperti yang termaktub dalam Oxford English Dictionary edisi tahun 1939 yaitu “the act of introducing a new product into market” (pengenalan produk atau jasa baru ke pasar). Setelah itu, kata ini berangsur mulai digunakan di kalangan luas, baik di ruang praksis maupun akademik. Bahkan dalam beberapa waktu terakhir, sudah pernah ada digunakan sebagai salah satu jualan politik para politisi menjelang proses pemilihan.

Di periode 1990-an, ketika  reformasi pemerintahan mengalami pembelokan arah atau paradigma menuju birokrasi yang mengedepankan hasil, partisipasi, berorientasi pelanggan, digerakan oleh misi, dan desentralisasi (reinventing government).  Inovasi semakin mendapat tempat oleh gaungan para pendukung gerakan reformasi atau perubahan paradigma. Telah terkonfirmasi, bahwa kini di Korea, konsep inovasi bahkan telah “menggantikan” konsep reformasi. Lalu, keberhasilan praktek inovasi sebagaimana di Korea menunjukkan hal yang sama pada penerapannya di kanada (Robertson and Ball, 2002). Sementara di China, inovasi telah dianggap sebagai bagian dari tradisi (Shenkar, 2006). Situasi yang sangat mendukung bagi tumbuh berkembangnya ekonomi dan teknologi China dewasa ini. Eviden dari penerapan inovasi yang tersebut diatas, menunjukan manfaat atau nilai inovasi menjadi penting untuk mencapai perubahan yang dinginkan.

Dari berbagai literatur yang ada, terdapat beragam pengertian, persfektif dan aspek penekanan dari para pakar. Salah satu gambaran menyatakan bahwa  inovasi adalah kegiatan yang meliputi seluruh proses menciptakan dan menawarkan jasa atau barang yang sifatnya baru. Uraian yang mengarahkan kita ke pandangan inovasi sebagai sebuah kegiatan (proses) penemuan (invention). Ada pula pihak yang menyebutkan inovasi sebagai “new ideas that work”. Ngertian ini berhubungan erat dengan konsep ide-ide baru yang bermanfaat. Sebunyi dengan bahwa inovasi itu tidak akan berarti apa-apa bila tak diikuti dengan nilai kemanfaatan dari kehadirannya. Ia harus menghasilkan perbaikan yang signifikan dan dirasakan khalayak. 

Sifat mendasar dari inovasi adalah ke”baru”annya (novelty). Berdimensi luas. Dapat merupakan sesuatu yang berwujud  maupun yang tidak berwujud. Sehingga memaknai inovasi sebagai yang hanya identik dengan teknologi saja akan jadi menyempitkan konteksnya yang sesungguhnya. Ihwal pentingnya inovasi dalam arus tantangan persaingan terutama di sektor privat (bisnis) relevan dengan survey yang dilakukan majalah Fortune pada tahun 2000. Survei dilakukan pada perusahaan-perusahaan terkemuka di dunia dengan menanyakan hal yang paling penting dalam organisasi untuk bertahan. Hasilnya, tidak lain dan yang utama adalah inovasi.

Dalam perjalanannya, konsep inovasi dikembangkan pula oleh para ilmuwan dan peneliti bidang administrasi publik sebagai instrumen alternatif dan strategis dalam menghadapi persoalan- persoalan di sektor publik yang semakin kompleks. Pembahasan inovasi oleh para ahli semakin merekah ditandai dengan pengembangan konsep knowledge management (manajemen pengetahuan) untuk membentuk kompetensi utama (core competence) suatu organisasi dalam berinovasi (Senge, 1990; Muluk, 2008). Berpijak pada pentingnya menemukan, memproduksi, menshare dan memanfaatkan pengetahuan untuk inovasi.

Bagi sektor bisnis, berinovasi adalah gerak untuk bertahan (survival). Tanpa inovasi berarti bunuh diri. Konsumen, pelanggan atau pengguna layanan  kabur dan berpindah ke kompetitor. Begitulah sehingga pada awalnya, konsep inovasi sebagai basis keunggulan sebuah organisasi dalam menghadapi persaingan memang lebih dulu dan sudah berkembang lebih awal di sektor bisnis dibandongkan di sektor publik. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline