Lihat ke Halaman Asli

Presiden Jokowi, Tegarlah!

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1424161992947643167

[caption id="attachment_397593" align="aligncenter" width="624" caption="ILUSTRASI - Wisatawan menikmati sore di Pantai Kuta, Bali, Sabtu (22/6/2013). Keindahan wisata pantai di sejumlah kawasan di Bali seperti Kuta, Seminyak, Jimbaran, Nusa Dua dan Tanjung Benoa masih menjadi daya tarik wisatawan baik domestik maupun mancanegara. (KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES)"][/caption]

Konsistensi Presiden Jokowi untuk tetap menjalankan rencana eksekusi hukuman mati kepada para gembong narkoba asal Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, menemui ujian cukup berat, terutama dari Australia, negara asal kedua gembong narkoba tersebut. Tak hanya berbagai upaya hukum yang dilakukan oleh kedua terpidana, Jokowi juga menghadapi protes resmi dari pemerintah Aussie dan bahkan sekjen PBB, yang kemungkinan juga akibat dorongan pemerintah Aussie dan bahkan gerakan "Boikot Bali" yang digalang pemerintah Aussie.

Harus diakui, besarnya tekanan kali ini datang lebih berat dan bertubi-tubi dibanding ketika pelaksanaan hukuman mati tahap pertama terhadap 6 terpidana di mana dua di antaranya merupakan warga Belanda dan Brasil. Yakni Ang Kim Soei (62) asal Belanda, kemudian, Marco Archer Cardoso Moreira (52) asal Brasil. Empat lainnya, yakni Daniel Enemua (38) asal Nigeria, Namaona Dennis (48) asal Malawi, Tran Thi Bich Hanh (37) asal Vietnam, dan Rani Andriani asal Indonesia, karena sekarang kita menghadapi negara kuat dan sekaligus tetangga terdekat kita.

Walaupun sempat menghadapi situasi panas dengan Belanda dan Brazil, dengan sempat ditarik pulangnya duta besar kedua negara sebagai bentuk protes namun pada akhirnya guncangan itu hanya ibarat turbulensi dalam pesawat yang bisa dilewati dengan sukses oleh pemerintah RI. Cepat atau lambat protes tersebut pasti akan berganti rasionalitas kedua negara dalam memandang hubungan mutualisme dengan Indonesia dibanding mengorbankannya demi beberapa warga negaranya. Pun demikian dengan eksekusi tahap 2 ini menyebabkan hubungan Indonesia – Australia kembali memanas.

Motif Politik Australia

Di mana pun adalah sangat wajar sebuah negara membela warga negaranya dari ancaman hukuman mati, terlepas dari benar-salahnya tindakan warganya di negeri orang. Jika hal itu tidak dilakukan, malah akan menjadi pertanyaan bagi rakyatnya, kenapa tidak mau melindungi nasib warganya di luar negeri. Pun demikian yang dilakukan Australia saat ini, itu hanya upaya maksimal mereka untuk mengusahakan perlindungan maksimal warganya di Indonesia. Maka tak heran kalau Australia begitu all out melakukan pembelaan dari ancaman memanasnya hubungan dan mungkin meminta bantuan sekjen PBB sampai ancaman memboikot Bali yang merupakan tujuan wisata utama rakyat Australia.

Upaya Australia tersebut selain merupakan kewajiban pemerintah terhadap warganya juga pasti tak lepas dari motif politik untuk memperoleh simpati dari rakyat Australia agar mengesankan pemerintah saat ini adalah pemerintah yang berhasil melindungi warganya di mana pun mereka berada. Namun di sisi lain, pemerintah kita harus tetap konsisten menolak bahwa pelaksanaan eksekusi hukuman mati adalah upaya untuk melindungi rakyat Indonesia dari ancaman gurita bisnis narkoba yang merajalela di Indonesia. Jika pemerintah Indonesia tidak bergeming dan membatalkan eksekusi hukuman mati, maka WNA negara lain akan tertawa gembira menjadikan Indonesia ladang bisnis narkoba terutama WNA negara maju yang mempunyai power lebih kuat untuk menekan Indonesia.

Pada akhirnya, Presiden Jokowi tak perlu ragu untuk tetap meneruskan rencana eksekusi hukuman mati pada WN Aussie tersebut karena rakyat yang cinta masa depan bangsanya pasti di belakang presiden. Soal ancaman pemerintah Aussie tak perlulah digubris, biarlah anjing menggonggong kafilah berlalu. Mungkin ada efek memanasnya hubungan diplomatis Indonesia – Australia setelah eksekusi, tapi percayalah kelak pemerintah Aussie tak akan segitu bodohnya mengorbankan hubungan diplomatis pada tetangga terdekat hanya demi 2 orang rakyatnya yang memang bersalah di negara lain.

Narkoba Adalah Extraordinary Crime

Walaupun berkali-kali Komnas HAM Indonesia memprotes pemberlakuan hukuman mati bagi gembong narkoba dan hanya menganggap mereka tak lebih dari pelaku kriminal biasa tapi menurut saya gembong narkoba adalah pelaku extraordinary crime yang sangat berbahaya dan bahkan lebih berbahaya dari kejahatan terorisme yang telah sepakat dianggap sebagai extraordinary crime layaknya tindak pidana korupsi. Jika terorisme membunuh sekian orang, maka bandar narkoba mampu membunuh satu generasi. Jadi rasanya tak ada alasan untuk tak menghukum mati mereka.

Selain itu pada kenyataannya hukuman penjara tidak pernah bisa membuat jera pada para gembong narkoba dan bahkan seperti memfasilitasi mereka untuk tetap mengendalikan bisnis narkoba dari dalam penjara seperti yang diakui dan disampaikan Presiden sendiri dalam pidatonya. Lantas jika penjara saja tak bisa membuat jera mereka kenapa harus ragu untuk mengeksekusi mati mereka? Lebih baik mengamputasi organ yang terserang penyakit kronis daripada membiarkan mereka membunuh tubuh rakyat Indonesia.

Australia yang Butuh Bali

Ancaman terakhir yang dikumandangkan pemerintah Australia adalah upaya melakukan boikot berkunjung ke Bali pada warganya. Menurut saya hal ini hanya pernyataan emosional sesaat saja. Dalam jangka pendek mungkin memang bisa mempengaruhi tingkat kunjungan wisatawan Australia ke Bali, tapi dalam jangka panjang mereka pastinya juga akan kembali normal karena justru warga Aussielah yang butuh liburan ke Indonesia khususnya Bali yang menjanjikan matahari sepanjang tahun dan biaya hidup yang jauh lebih murah.

Maka tak aneh kalau di antara ancaman boikot Bali oleh pemerintah Aussie justru banyak warga Aussie sendiri yang mempertanyakan kenapa harus memboikot Bali? Bagi mereka yang bersikap rasional dan tidak emosional membela warganya justru mengkritik kebijakan pemerintahnya sendiri. Kenapa harus melindungi pelaku kriminal dengan harus mengorbankan kepentingan jangka panjang mereka akan hubungan mutualisme dengan Indonesia, tetangga terdekat mereka.

Jadi untuk Presiden Jokowi, tegarlah. Jangan pernah ragu untuk konsisten melakukan eksekusi mati pada gembong narkoba, karena merekalah penghancur bangsa ini yang sebenarnya.

Jakarta, 17 Februari 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline