Lihat ke Halaman Asli

KPK Baru Rasa “Pro Korupsi”?

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penunjukan 3 pelaksana tugas (plt) pimpinan sementara KPK oleh presiden Jokowi sepertinya akan menyisakan pro kontra dan kritikan dikalangan penggiat anti korupsi. Kritikan pertama adalah presiden dianggap tidak mau melindungi KPK dari serangan dan kriminalisasi eksternal karena menganggap status tersangka yang menimpaAS dan BW dianggap sebagai kasus kriminal murni dan bukan upaya kriminalisasi Polri untuk melemahkan KPK. Apalagi presiden Jokowi selama inipun terkesan diam dan tak pernah mengeluarkan pernyataan apapun yang membela KPK dari upaya kriminalisasi pimpinannya.

Kritik kedua yang lebih serius adalah kritik bahwa tidak semua plt yang ditunjuk mempunyai semangat pemberantasan anti korupsi dan bahkan mempunyai rekam jejak turut membela koruptor dan terlibat dalam upaya pelemahan lembaga anti korupsi. Kritik ini terutama menyasar pada sosok plt KPK Indrianto Seno Aji (ISA) yang ternyata dimasa lalunya pernah terlibat sebagai pengacara kasus bank Century dan para hakim agung dalam uji materi undang – undang melawan Komisi Yudisial ditahun 2006.

Sebagaimana diberitakan salah satu media nasional Indonesia berikut penjelasan dan kritikan dari Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi, ada 6 dosa besar yang dilakukan ISA dimasa lalu terkait tindakan yang dianggap pro korupsi, yaitu :

“Pertama Indrianto menjadi kuasa hukum mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh dalam kasus pengadaan Helikopter Mi-2, dengan kerugian negara mencapai Rp 13,6 miliar. Ia dianggap sebagai pembela koruptor.

Kedua, Indrianto dinilai anti-KPK lantaran beberapa kali berupaya mengurangi kewenangan dan lingkup yurisdiksi hukum KPK. Misalnya saat Indrianto mewakili Paulus Efendi beserta 31 hakim agung lainnya dalam uji materi undang-undang melawan Komisi Yudisial pada 2006.

Ketiga, ia dianggap sebagai pembela kejahatan perbankan. Indrianto menjadi kuasa hukum orang-orang yang terlibat penyalahgunaan kekuasaan oleh otoritas keuangan. Di antaranya mantan Direktur BI Paul Sutopo, Heru Supraptomo, dan Hendrobudianto terkait dengan penggunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp 100 miliar.

Keempat, Indrianto dianggap sebagai pembela kejahatan di industri ekstraktif. Misalnya saat menjadi kuasa hukum kasus kejahatan industri ekstraktif, seperti sengketa pertambangan batu bara oleh Bupati Tanah Laut kepada SKJM dalam wilayah PKP2B PT Arutmin Indonesia.

Kelima, pembela kriminal dan pelanggar hak asasi manusia juga melekat pada sosok Indrianto. Contohnya saat menjadi kuasa hukum Tommy Soeharto dalam kasus kepemilikan senjata api dan bahan peledak, serta pembunuhan hakim agung Syafiuddin Kartasasmita dan buron.

Keenam, Indrianto kerap disebut sebagai pembela rezim Orde Baru lantaran menjadi kuasa hukum mantan presiden Soeharto. Saat itu, Soeharto menggugat majalah TIME Asia terkait dengan pemberitaan korupsi keluarga Cendana dalam edisi 24 Mei 1999. Ia juga salah satu kuasa hukum keluarga Soeharto dan Yayasan Supersemar dalam kasus gugatan perdata penyalahgunaan uang negar”.

Dengan rekam jejak panjangnya dalam pembelaan terhadap kasus korupsi dan kriminal tersebut maka tak berlebihan rasanya kalau banyak pihak yang mengkritik penunjukan ISA sebagai plt pimpinan KPK karena dikawatirkan justru akan kontra produktif dengan semangat dan upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK nanti. Jangan sampai posisi KPK yang sudah melemah saat ini dengan dikriminalisasikannya para pimpinan dan penyidik KPK akan semakin lemah dan tidak berdaya karena masuknya unsur pimpinan yang justru dianggap pro korupsi rekam jejaknya.

Jika tidak ada upaya koreksi dari presiden dan pengawalan rakyat serta pegiat anti korupsi maka bisa jadi direzim Jokowi ini KPK hanya akan tinggal nama saja, ibarat Macan ompong keberadaannya sudah tidak ditakuti oleh para koruptor terutama koruptor kelas kakap dan dekat dengan kekuasaannya. Kalau sudah begini mungkin kita harus bersiap melihat KPK terbunuh idealismenya karena buruknya rekam jejak pimpinannya.

Jakarta, 20 Februari 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline