Lihat ke Halaman Asli

Wahyudi Wibowo

Sed Vitae Discimus

Kartu Prakerja dan Pemulihan Ekonomi

Diperbarui: 28 Juni 2020   10:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Artikel opini ini diterbitkan di Harian Suara Pembaruan tanggal 22 Juni 2020

Kementerian Ketenagakerjaan mencatat hingga awal Mei 2020 sejumlah 3 juta pekerja terkena PHK maupun dirumahkan akibat pandemi Covid-19. Bappenas memperkirakan tahun ini tingkat pengangguran terbuka (TPT) akan melonjak ke 7,8-8,5 persen, jauh di atas target 4,8-5 persen. Dunia usaha memang mengalami tekanan luar biasa seiring penurunan permintaan pasar serta terutama akibat kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Mengantisipasi gelombang PHK, menjelang pemberlakuan PSBB pemerintah telah mengeluarkan serangkaian kebijakan dan insentif bagi dunia usaha. Selain itu, bagi tenaga kerja yang terdampak diluncurkan program Kartu Prakerja. Pada situs resminya, program ini disebutkan sebagai program pengembangan kompetensi berupa bantuan biaya yang ditujukan untuk pencari kerja, pekerja ter-PHK atau pekerja yang membutuhkan peningkatan kompetensi. Program ini menyasar 5,6 juta penerima manfaat, dengan total anggaran Rp 20 triliun.

Dalam pelaksanaannya, program pelatihan yang telah berjalan dalam tiga gelombang dan diikuti sekitar 680.000 peserta ini terus menuai kritik. Kartu Prakerja ditengara salah sasaran karena dapat diakses siapa saja, sekalipun bukan korban PHK ataupun tidak sedang mencari kerja. Bahkan ditemui banyak kasus dimana korban PHK sendiri mengalami kesulitan akses serta gagal seleksi. Kritik lain ditujukan pada kewajiban mengikuti pelatihan daring yang tidak terstandarisasi dan dinilai kurang bermanfaat. Penentuan lembaga penyedia pelatihan yang kurang transparan juga menjadi sorotan.

Namun kritik paling telak adalah bahwa Kartu Prakerja tidak menjawab permasalahan riil. Permasalahan utama yang dihadapi masyarakat adalah hilangnya kesempatan kerja akibat krisis ekonomi, secara teknis disebut penggangguran siklis. Tingginya tingkat penggangguran saat ini bukanlah tergolong struktural, akibat ketidakcocokan keterampilan yang dimiliki pekerja (skills mismatch). Karenanya penyediaan program pelatihan tidaklah tepat.

Kartu Prakerja sebenarnya dirancang untuk mempersiapkan tenaga kerja Indonesia dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0, dimana dibutuhkan keterampilan-keterampilan kerja baru. Dapat dipahami bila program tersebut kini diluncurkan pemerintah sebagai strategi refocusing anggaran untuk menghadapi dampak pandemi. Namun demikian, berbagai pihak menyarankan realokasi anggaran menjadi bantuan sosial murni.

Modifikasi Kartu Prakerja

Karena itu dapat diajukan pertanyaan apakah Kartu Prakerja perlu dilanjutkan? Jawaban atas pertanyaan ini sebaiknya diletakkan pada konteks pemulihan ekonomi nasional yang kini dipersiapkan Kemenko Perekonomian. Pada fase pemulihan ekonomi, sektor-sektor ekonomi secara bertahap memulai kembali aktivitas usaha dan diharapkan menyerap kembali tenaga kerja.

Namun demikian proses pemulihan ekonomi mungkin akan berjalan lamban, karena pelaku pasar perlu menyesuaikan diri dengan tatanan kehidupan baru (new normal). Di sisi lain permintaan pasar belum akan pulih, sebagai dampak penurunan daya beli pada periode sebelumnya. Masyarakat cenderung membatasi pengeluaran pada kebutuhan pokok, sebagaimana tercermin pada penurunan tingkat konsumsi di Kuartal I. Karenanya diperlukan intervensi pemerintah untuk mendongkrak daya beli masyarakat, yakni melalui penciptaan kesempatan kerja sebanyak-banyaknya.

Tidaklah realistis mengharap pelaku usaha membuka kesempatan kerja di masa krisis. Namun pemerintah dapat melakukannya melalui modifikasi Kartu Prakerja. Bentuk pelatihan daring perlu diubah menjadi pemagangan kerja (on-the-job training) di perusahaan-perusahaan swasta maupun BUMN/BUMD.

Melalui pemagangan kerja sebagaimana diatur dalam Permenaker No. 36/2016, Kartu Prakerja akan menjadi program yang efektif untuk mengatasi pengangguran dan sekaligus produktif bagi kegiatan usaha. Bila anggaran Kartu Prakerja dialihkan menjadi uang saku dan jaminan sosial peserta selama magang, akan mendorong pelaku usaha segera menyerap kembali tenaga kerja di pasar. Sasaran utamanya para korban PHK di sektor formal, yang umumnya terdidik dan terlatih. Verifikasi peserta dilakukan oleh Kementerian Ketenagakerjaan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline