Lihat ke Halaman Asli

Wahyudi Wibowo

Sed Vitae Discimus

Perlindungan Buruh Industri di Tengah Bencana Covid-19

Diperbarui: 10 April 2020   06:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay

Menghadapi situasi darurat bencana Covid-19 yang memakan banyak korban jiwa, pemerintah telah mengeluarkan serangkaian kebijakan untuk mencegah penyebaran bahaya yang lebih luas. Paling akhir, Presiden Joko Widodo pada 31 Maret 2020 lalu merilis Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Penerapan PSBB disetujui oleh Kementerian Kesehatan untuk pertama kalinya di DKI Jakarta dan segera berlaku mulai 10 April 2020.

Sebelum itu, guna meminimalisir dampak-dampak sosial ekonomi yang mungkin terjadi telah dikeluarkan sembilan kebijakan yang ditujukan untuk menopang daya beli masyarakat. Kebijakan-kebijakan ini diambil dengan mempertimbangkan adanya kelompok-kelompok masyarakat yang berpotensi terdampak serius secara sosial ekonomi. 

Diantaranya, presiden memberi perhatian khusus bagi upaya menjaga daya beli kelompok buruh, pekerja harian, petani, nelayan, dan pelaku usaha mikro dan kecil. Upaya pemerintah ini tentunya patut mendapat apresiasi. Namun demikian pemerintah perlu memberi perhatian lebih serius bagi perlindungan hak-hak serta keselamatan kerja buruh dan tenaga harian yang bekerja di sektor industri manufaktur.

Sektor industri manufaktur memberi sumbangan terbesar bagi PDB di tahun 2019, yakni 19,7 persen. Industri manufaktur menyerap 18,93 juta tenaga kerja, atau sejumlah 14,96 persen dari keseluruhan lapangan kerja.

Selain itu keberlangsungan sektor industri manufaktur penting untuk memastikan ketersediaan pasokan barang di pasar domestik, serta mendorong perputaran roda ekonomi di masyarakat.

Di tengah situasi pandemi global Covid-19 ini, bayang-bayang perlambatan ekonomi nampaknya telah diambang mata dan sektor industri manufaktur merupakan salah satu sektor yang terdampak paling berat. Sektor ini terdampak dari berbagai sisi.

Di satu sisi, dampak yang dirasakan adalah kelangkaan pasokan serta naiknya harga-harga bahan baku impor. Dan di sisi lain, tekanan pelemahan mata uang rupiah dan penurunan permintaan global turut memperparah kondisi sektor ini.

Dampak-dampak tersebut di atas dirasakan langsung oleh sektor-sektor garmen, tekstil, serta komponen elektronik yang berorientasi ekspor. Sektor-sektor ini mulai melakukan pengurangan aktivitas usaha, jumlah buruh, jam kerja, ataupun jumlah shift.

Namun demikian sektor-sektor yang berorientasi pasar domestik, seperti industri pengolahan makanan dan minuman, umumnya beroperasi normal dengan terus mengantisipasi perkembangan kondisi makroekonomi ke depan.

Menghadapi situasi krisis ekonomi seperti saat ini tentunya pelaku industri manufaktur tengah memikirkan langkah-langkah mitigasi resiko. Di luar resiko kenaikan biaya-biaya produksi, terdapat pula resiko keberlangsungan kerja para buruh maupun tenaga harian lepas.

Selain itu, tidak kalah penting adalah resiko kesehatan dan keselamatan kerja bagi para buruh yang melakukan aktivitas kerja di pabrik. Kehadiran buruh di tempat kerja pada sektor industri manufaktur umumnya belum tergantikan, sehingga mereka beresiko tinggi terpapar bahaya Covid-19.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline