Seorang ayah adalah cinta sejati bagi anak-anak perempuannya~
Aku mengedarkan pandangan sejenak lalu tersenyum kecil. Matahari pertama musim semi. Aku beruntung datang hari ini. Semua terlihat indah. Beberapa perawat menyapaku--sekadar basa-basi. Aku hanya mengangguk. Tak berniat menjawab apalagi memulai pembicaraan.
"Kau sudah datang?" selenting suara menegurku. Aku tersenyum lalu merundukkan badan--memberi salam padanya. Ia membalas. "kukira kau akan menunggu hingga musim semi berakhir"
"Bagaimana mungkin?" jawabku ramah, mencoba berbasa-basi. "Apa anda sehat? Saya mengirimkan rempah asli indonesia bulan lalu. Akan menyenangkan melewati musim dingin dengan sesuatu yang lebih hangat."
Dokter itu terkekeh. Umurnya nyaris 80, mungkin lebih. Tapi dia terlihat lebih sehat dari yang seharusnya.
"Kalau semua keluarga pasien sepertimu, aku bisa hidup seratus tahun lagi."
Aku tersenyum ramah, "Saya senang mendengarnya."
Ia mengangguk-angguk lalu meneruskan langkah setelah menepuk pundakku pelan. Aku masih berdiri di tempatku. Menunggunya hilang di ujung koridor. Hidupnya pasti menyenangkan. Aku dengar dia sudah menjadi kepala rumah sakit sejak setengah abad yang lalu. Harusnya kini dia dinobatkan sebagai dokter terkaya di dunia. Bagaimana tidak? Biaya satu kali check up di sini nyaris lebih mahal dari harga sehektar kebun sawit di indonesia. Aku tersenyum memikirkan itu. Bukankah dunia kadang terlihat sangat tidak adil?.
--
"Kau masih tidur?" sapaku begitu berdiri di sampingnya. Ia diam. Sama seperti sebelumnya. Aku ikut diam, --juga-- sama seperti sebelumnya.
"Wall street menunggumu!" ucapku beberapa saat kemudian, "Begitu banyak perubahan, tidakkah kau ingin melihatnya?"