Lihat ke Halaman Asli

Wahyu Chandra

Jurnalis dan blogger

Merasa Dikhianati, Sekjen AMAN Tagih Janji Nawacita Jokowi

Diperbarui: 23 Januari 2016   07:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Terdapat sekitar 70 juta Masyarakat Adat di seluruh Indonesia yang merasa sangat kecewa dan terluka dengan keputusan BALEG DPR RI yang tidak memasukkan RUU Masyarakat Adat dalam daftar Prolegnas Prioritas 2016. (Foto: Wahyu Chandra)"][/caption]

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Abdon Nababan, AMAN menagih janji Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla dalam NAWACITA terkait pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Masyarakat Adat menjadi UU.

Dalam rilis yang sampaikan dalam situs resmi AMAN (www.aman.or.id), Jumat (22/1/2016) Abdon menyatakan kekesalannya atas tidak dimasukkannya RUU Masyarakat Adat dalam Prolegnas Prioritas 2016 bersama 44 RUU lainnya.

Menurut Abdon, terdapat sekitar 70 juta Masyarakat Adat di seluruh Indonesia yang merasa sangat kecewa dan terluka dengan keputusan BALEG DPR RI yang tidak memasukkan RUU Masyarakat Adat dalam daftar Prolegnas Prioritas 2016.

“Kejadian ini menunjukkan bahwa negara ini, yang diwakili oleh DPR, DPD dan Pemerintah, masih abai dengan amanat UUD 1945 dan menutup mata dan telinga terhadap tumpukan masalah yang dihadapi Masyarakat Adat selama puluhan tahun,” ungkapnya.

Abdon juga merasa dikhianati oleh Partai-Partai Politik lewat fraksi-fraksinya di DPR RI yang dalam berbagai pertemuan sudah berjanji untuk memperjuangkan RUU Masyarakat Adat ini untuk masuk dalam Prolegnas 2016.

“Demikian juga dengan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla, yang sudah menjanjikan pengesahan RUU ini menjadi UU dalam NAWACITA,” katanya.

Menurut Abdon, menunda pengesahan RUU Masyarakat Adat sama dengan mengabaikan amanat UUD 1945, membiarkan Masyarakat Adat terus kehilangan hak tanpa perlindungan hukum, menunda 70 juta Masyarakat Adat menjadi warga NKRI yang seutuhnya.

“Menunda pengesahan RUU Masyarakat Adat sama dengan menutup mata dan telinga terhadap tumpukan masalah yang dihadapi Masyarakat Adat, membiarkan konflik, pelanggaran HAM, kekerasan, intimidasi dan kriminalisasi terus terjadi di komunitas.”

Ia melanjutkan bahwa menunda pengesahan RUU Masyarakat Adat sama dengan membiarkan perampasan tanah, wilayah dan kerusakan SDA terus terjadi dan membiarkan identitas budaya, seni dan tradisi, serta pengetahuan tradisional tanpa perlindungan hokum.

“Menunda pengesahan RUU Masyarakat Adat sama dengan membiarkan UU dan berbagai kebijakan terkait Masyarakat Adat, berjalan tanpa pijakan hokum, sama dengan membiarkan ketidakadilan sosial dan hukum terus berlangsung di republik ini.”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline